Dua Belas SD di Banyuwangi Dimerger Karena Kekurangan Murid
Sebanyak 12 sekolah dasar (SD) di Banyuwangi dimerger dengan SD lainnya. Penggabungan 12 SD ini terjadi selama 3 tahun terakhir mulai 2019 hingga 2022. Sekolah-sekolah tersebut terpaksa digabung karena jumlah murid tidak mencukupi kuota minimal 10 murid setiap kelas.
“Kita ada ketentuan di penerimaan BOS, minimal jumlah siswa itu 60,” jelas Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi, Suratno, Kamis, 16 Februari 2023.
Suratno menjelaskan, di Banyuwangi total SD Negeri ada 600 lebih. Dari ratusan SD negeri tersebut, lokasinya banyak yang berada di daerah pinggiran.
Banyak dari sekolah-sekolah tersebut yang siswanya semakin hari semakin sedikit. Sehingga akhirnya beberapa sekolah terpaksa digabung dengan sekolah lainnya yang jaraknya dekat.
“Dan itu sudah kita melalui proses mengingatkan, kita minta ditingkatkan lagi branding sekolahnya supaya tahun depan muridnya meningkat,” katanya.
Dia menjelaskan, kuota minimal satu level atau kelas adalah 10 siswa. Sehingga untuk SD minimal jumlah muridnya 60 siswa. Jika selama tiga tahun berturut-turut jumlah siswa kurang dari 60 maka dari sisi biaya operasional tidak tercukupi.
“Kalau dana BOS-nya kurang dari 60 saya kira sekolah akan sangat kesulitan untuk membiayai pendidikan sekolah, maka kita dorong untuk melakukan merger,” tegasnya.
Namun aturan ini ada pengecualiannya. Dalam regulasi, pada daerah-daerah yang aksesnya sulit, sekolah yang kuota muridnya kurang tetap diizinkan untuk beroperasi. Dinas Pendidikan tidak mungkin akan melakukan merger pada sekolah yang lokasinya sulit dijangkau seperti wilayah Sukamade, Kecamatan Pesanggaran.
“Karena itu (kalau sekolah ditutup atau dimerger) ancamannya anak-anak jadi tidak sekolah,” bebernya.
Sehingga untuk sekolah yang jangkauannya sulit akan tetap dipertahankan meskipun kuota muridnya kurang. Tapi akan dilakukan pengaturan khusus supaya lebih proporsional pelayanannya kepada anak yang bersangkutan.
Dia menjelaskan, hingga 2022, terdapat 12 SD yang digabung dengan sekolah lain yang lokasinya berada di dekatnya. Dia mencontohkan, SD Grogol I di-merger dengan SDN Grogol 3. Selain itu ada juga SD di wilayah Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri, di Desa Tamansuruh Kecamatan Glagah. Bahkan menurut Suratno, SD tempatnya sekolah yakni SD Wringinrejo 3, Kecamatan Gambiran juga di-merger.
“Karena sudah kita beri kesempatan berkali-kali, penduduknya lebih nyaman sekolah di SD yang lain,” ungkapnya.
Penyebab semakin menurunnya jumlah murid di SD yang di-merger ini, menurutnya disebabkan banyak hal. Pertama karena penduduknya memang sedikit. Kedua, masyarakat semakin pintar memilih sekolah yang bagus. Untuk alasan yang satu ini, berarti itu ada hubungannya dengan melayani masyarakat. Jika Kepala sekolahnya tidak disiplin sehingga kepercayaan dari masyarakat turun dan akhirnya beralih ke sekolah lain.
“Ditambah lagi mobilitas penduduk sekarang makin simple. Sekarang hampir semua orang punya motor, punya kendaraan, misal dari Glagah ke kota sudah bisa, kalau dulu kan jalan kaki,” ujarnya.