Dua Aspek Ibadah, Pesan Penting Kitab Ihya' Imam Al-Ghazali
Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur Kiai Muhammad Ma'ruf Khozin, berkisah soal "Manasik Umrah Yang Terdalam". Namun, ia sekaligus mengingatkan akan dua aspek dalam ibadah kepada Allah Subhanahu wa-ta'ala (SWT).
Berikut catatan lengkapnya:
Ibadah kita kepada Allah memiliki dua aspek, zahir yakni secara fikih tentang tata cara yang dimulai syarat, rukun dan kesunahan. Juga ada aspek batin, seperti khusyuk, merasakan tenangnya ibadah, ketenteraman hati saat mengingat Allah dan seterusnya.
Menggabungkan dua aspek inilah cara yang ditempuh oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya'. Makanya tidak heran jika di juz 1 kitab Ihya' Ulumuddin ada penjelasan wudhu kemudian dilanjutkan bab rahasia-rahasia wudu. Demikian seterusnya dalam aspek bab ibadah. Termasuk ketika Imam Al-Ghazali menulis bab haji masih dilanjutkan dengan bab Asrar Al-Hajj (Rahasia-rahasia ibadah haji).
Sejauh yang saya ketahui bimbingan manasik masih berkutat di aspek fikih, mungkin ada satu atau dua individu yang mampu menggabungkan aspek lahiriah ibadah dan batiniah. Tapi berbeda dengan manasik haji dan umrah di Nurul Hayat, melalui pendirinya, Ust Molik Latief , semua peserta berhasil dibimbing dengan Tazkiyatun Nufus terlebih dahulu.
Kelengkapan Sarana
Dengan kelengkapan sarana, alat visual dan multimedia di lt.3 Kantor Pusat Nurul Hayat para jemaah berhasil untuk merenungkan dan menyingkap rahasia-rahasia ibadah haji dan umrah, sebagaimana yang dijelaskan Hujjatul Islam:
ﻓﻲ ﻛﻞ ﻭاﺣﺪ ﻣﻦ ﺃﻋﻤﺎﻝ اﻟﻤﻨﺎﺳﻚ ﺗﺬﻛﺮﺓ ﻟﻠﻤﺘﺬﻛﺮ ﻭﻋﺒﺮﺓ ﻟﻠﻤﻌﺘﺒﺮ ﺇﺫا اﻧﻔﺘﺢ ﺑﺎﺑﻬﺎ اﻧﻜﺸﻒ ﻟﻜﻞ ﺧﺎﺭﺝ ﻣﻦ ﺃﺳﺮاﺭﻫﺎ ﻣﺎ ﻳﻘﺘﻀﻴﻪ ﺻﻔﺎء ﻗﻠﺒﻪ ﻭﻏﺰاﺭﺓ ﻓﻬﻤﻪ
Di masing-masing amalan ibadah haji ada pelajaran yang bisa diambil oleh orang yang ingin mempelajarinya. Pintu-pintu rahasia ibadah manasik bisa terbuka bagi setiap orang yang memiliki kejernihan hati dan kuatnya pemahaman (Ihya' Ulumiddin, 1/265)
Pada sesi pengenalan cinta kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam (SAW) dibawakan oleh Direktur Eksekutif, Ust Heri Latief . Beliau mewanti-wanti betul saat ke Madinah bahwa kita mendatangi sosok Nabi yang di alam barzakhnya tetap mengetahui kedatangan kita dengan menjawab salam kita. Beliau menyampaikan sebuah hadis:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مَرْفُوعًا : مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إلَّا رَدَّ اللَّهُ عَلَيَّ رُوحِي حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ
Dari Abu Hurairah secara marfu’: “Tidak ada seorang pun yang mengucap salam kepadaku kecuali Allah akan mengembalikan ruh kepadaku hingga aku menjawab salam” (HR Abu Dawud).