Dua Anekdot Pesantren, Gus Dur dan Jawaban Protes Orang Madura
Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus
Dalam buku “Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus" pada bagian akhir KH Husein Muhammad menulis begini :
"Perbedaan dan Persamaan Gus Dur, Gus Mus dan Aku":
Kali ini aku mengkhayal. Semacam dialog imaginatif.
”Nah, Gus, kita sudah panjang lebar ngobrol ngalor-ngidul-ngetan-ngulon, tentang GD, GM sendiri dan aku. Jika begitu, apa saja kira-kira persamaan dan perbedaan antara Gus Dur, Gus Mus dan aku?”, tanyaku menawarkan diri sambil berambisi mensejajarkan diri dengan dua tokoh besar dan kharismatik itu. ”Barangkali saja ketularan”, kata hatiku.
Gus Mus tak menjawab, bahkan menyerahkan jawabannya kepadaku. ”Menurut sampeyan?, katanya.
”Kalau menurut saya begini Gus. Pemetaanku mungkin salah ya?. Mohon maaf dengan segala hormat.
”GD itu seorang ulama, pemikir, budayawan, seorang penulis brilian, seminaris yang laris, menguasai sastra prosais dan puisi Arab dan Inggris, menyukai musik klasik dan mengerti, tapi tidak atau sedikit sekali menulis puisi. Tetapi beliau tidak bisa menyanyi. Kalaupun kadang menyanyi, suaranya, menurutku, kurang enak, tidak merdu”.
Lalu Gus Mus?. Dia seorang ulama, budayawan, sastrawan, memahami sastra Arab, penulis novel, cerpenis dan puisi yang hebat, pelukis, tetapi tidak dikenal sebagai orang yang suka musik klasik Barat, dan tidak pula diketahui bisa menyanyi. Karena itu tidak diketahui apakah suara merdu atau tidak. He he he
Gus Mus senyum-senyum saja, sambil menunggu giliran tentang aku.
Bagaimana dengan aku sendiri?. Nah, kalau aku, ya aku sedikit-sedikit mengerti sastra Arab-lah, sedikit menulis puisi tapi belum pernah menerbitkannya, senang musik klasik Barat tapi tidak mengerti, menulis beberapa buku, seminaris lokal, belum menulis cerpen atau novel, tidak bisa melukis, namun suaraku enak dan merdu. Dan kata ”njenengan”: ”aku seorang pemikir liberal”. Ha ha ha.
”Lalu adakah persamaannya?”, sergah Gus Mus.
”Persamaannya?. Paling tidak ada tiga, Gus. Pertama, sama-sama pernah menjadi manusia ”glandangan” di Kairo. Kedua, Gus Dur, Gus Mus dan aku sama-sama pernah keliling ke lima benua dengan gratis. Ketiga kami bertiga adalah para pemimpin. Gus Dur pemimpin bangsa dan dunia, Gus Mus pemimpin NU (Rais ‘Aam) dan umat. Sedangkan aku: pemimpin rumah tangga dengan 5 anak. Dan kata orang-orang : "pembela perempuan". Ha ha ha.
Protes Orang Madura Terjawab dengan ".... Dan Lain Sebagainya"
KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menjadi Ketua Umum PBNU membawa gagasan besar untuk wajah baru peradaban Islam. Fikih Hadlarah (Fikih Peradaban) yang akan digelar bulan November akan menghadirkan para ulama se Dunia, termasuk Syaikhul Azhar yang beberapa hari kemarin telah berjumpa.
Di internal NU fikih peradaban ini sudah mulai digulirkan di beberapa pesantren, dimulai sejak di Pondok Krapyak Yogyakarta. Ada 200 lebih agenda pertemuan termasuk di pesantren Madura.
Para narasumber sudah ditentukan, termasuk yang terdapat di gambar ini. Kiai Muda kaya potensi Lora Kholili Kholil meyakinkan saya sebagai salah satu narasumber. Saya tunjukkan gambar di bawah ini dan ternyata nama saya tidak ada. Dengan cerdasnya Lora bilang: "Itu ada 'Dan Narasumber lainnya'. Anda masuk di situ". Saya pun manggut-manggut karena ingat cerita orang Madura.
Yaitu saat Rhoma Irama membuat lagu "135 juta Penduduk Indonesia Terdiri dari banyak suku-bangsa. Itulah Indonesia Ada Sunda, ada Jawa Aceh, Padang, Batak...". Orang Madura protes kenapa Madura tidak disebutkan? Konon Bang Haji menjawab: "Orang Madura ada di lirik bagian akhir 'Dan masih banyak lagi yang lainnya'. Nah lainnya itu termasuk Madura". (Ust M Ma'ruf Khozin)