Dua Anekdot Gus Dur! Diusir Polisi Saudi, Bertemu Kiai Wahabi
KH Abdurrahman Wahid, almaghfurlah, tetap dikenang hingga kini. Ketokohan Presiden ke-4 RI, tak tertandingi di antara tokoh-tokoh umat Islam berlatarbelakang pesantren.
Tegas dalam bersikap, hingga menjadi figur yang kontroversial pada masa hidupnya. Di mana pun berada, ia selalu menunjukkan sikapnya sebagai seorang tokoh pesantren, yang suka berziarah ke makam para ulama dan tokoh-tokoh Islam yang lebih dahulu.
Tak ketinggalan, ketika berkunjung ke Arab Saudi pun ia tak lupa kebiasaannya berziarah dan bersilaturahmi.
1. Gus Dur Diusir Polisi Arab Saudi
“Kang Said, nanti kalau di Madinah tolong temani saya, ya. Saya mau mencari makam Ali al-Uraidhi,” tutur Gus Dur kepada KH Said Aqil Siroj yang sedang mengenyam pendidikan S-2 di Universitas Ummul Qura’, Makah pada tahun 1989.
Pertemuan tersebut merupakan perkenalan kali pertama Kiai Said dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Saat itu, Gus Dur sedang menunaikan ibadah umroh bersama rombongan, termasuk KH Nur Muhammad Iskandar.
Karena Kiai Said berdomisili di Makkah, maka tokoh asal Cirebon ini tak begitu hafal seluk-beluk Madinah. Kiai Said kemudian meminta bantuan Zainuddin, salah seorang temannya dari Cirebon yang berada di Madinah dan dia dengan senang hati berkenan mengantarkan Gus Dur mencari posisi makam yang dimaksud.
Sehabis shalat shubuh, Zainuddin mengantarkan Gus Dur dan Kiai Said ke makam tersebut. Sebentar kemudian makam yang dituju berhasil ditemukan.
“Saya tak menyangka pencarian makam begitu cepat dan ketemunya persis di tengah-tengah perkebunan kurma, kisaran 8 km dari pusat Masjid Nabawi dan ternyata banyak orang yang tidak tahu makam itu,” ujar Kiai Said.
Sesampainya di makam, Gus Dur mengajak membaca Al-Fatihah seribu kali. Eh, Fatihah baru dibaca 35 kali, polisi Arab memergoki mereka, bahkan rombongan itu hendak ditangkap. Kang Said pun lalu berkata ke sang polisi itu, “Ini tamu dari Indonesia, sedangkan saya adalah pelajar di sini.”
Polisi itu akhirnya tak jadi melakukan aksi penangkapan tapi rombongan itu diusir dan disuruh menjauh dari makam.
Gus Dur tampak kecewa dan marah besar. Sambil pergi berlalu, Gus Dur berkata pada sang polisi, “Kamu musuh Allah, Wahabi.”
Karena rasa penasaran berkecamuk di pikiran Kiai Said, di tengah perjalanan pulang ke rumahnya, ia pun akhirnya memberanikan diri bertanya kepada Gus Dur, “Siapakah sesungguhnya Ali al-Uraidhi tadi, Gus?”
“Ali al-Uraidhi adalah putra Ja’far Shadiq bin Muhammad Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Ali Uraidy punya anak Isa, Isa punya anak An-Naqib, An-Naqib punya anak Ahmad, Ahmad yang hijrah ke Kamboja, Ahmad punya anak Ali Jamaluddin Al-Akbar, punya anak Ibrahim, punya anak Jumadil Kubra, punya anak Sunan Ampel, punya anak Sunan Drajat dan Sunan Bonang,” ujar Gus Dur dengan sangat detail.
Kiai Said terpaku, heran campur takjub atas pengetahuan cucu Hadratusyekh KH Hasyim Asy’ari yang sangat dikaguminya. Terutama, tentang keistimewaan Gus Dur kok bisa tahu tentang siapa sesungguhnya yang dikebumikan di tengah kebun kurma yang diziarahinya itu.
Begitulah salah satu fragmen, yang menjadikan Gus Dur dikenang hingga kini. Makamnya di Kompleks Maqbarah Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, selalu diziarahi umat Islam. Bahkan, menjadi tujuan dalam rangkai Ziarah Walisanga atau Walilima.
Gus Dur mempunyai daya tarik tersendiri, meskipun telah wafat pada pengujung Desember tahun 2010 lalu.
2. Ketika Kiai NU Bertemua Kiai Wahabi
Suatu ketika beberapa kiai dari NU di antaranya KH. Sahal Mahfudz, Gus Dur, Gus Mus dan 2 orang lagi dari PP Lakpesdam NU datang ke Arab Saudi untuk bertemu dengan Syaikh Bin Baz, ketua Lajnah Daimah lil Buhuts al-Ilmiyah wa al-Ifta’ (Komisi Fatwa) Arab Saudi, pada tanggal 14 Februari tahun 1987 M.
Ada 4 hal yang ditanyakan oleh Syaikh bin Baz tentang Nahdlatul Ulama. Syaikh Bin Baz bertanya: “Apa benar jamaah Nahdlatul Ulama adalah ‘ubbad al-qubur (penyembah kubur)?”
Gus Dur menjawab: “Tidak benar Syaikh. Yang benar Nahdlatul Ulama menganjurkan ziarah kubur.”
Syaikh Bin Baz bertanya: “Apa benar bahwa Nahdlatul Ulama adalah ahl al-bida’ (ahli bid’ah)?”
Gus Dur menjawab: “Tidak benar Syaikh, Nahdlatul Ulama senang kalau shalat Shubuh pakai Qunut.”
Syaikh Bin Baz kemudian berkata: “Kalau Qunut bukan bid’ah.”
Pertanyaan berikutnya dari Syaikh Bin Baz: “Berapa anggota Nahdlatul Ulama?”
Gus Dur menjawab: “40 juta orang.”
Gus Mus menambahi: “Bahkan lebih dari itu!”
Syaikh Bin Baz terkejut karena pengikut Nahdlatul Ulama ternyata lebih banyak dari masyarakat Arab. Lalu Syaikh Bin Baz bertanya: “Berapa anggaran dana untuk Nahdlatul Ulama?”
Ternyata para kiai NU itu hanya bisa tertawa tak bisa menjawab.
Dipetik dari catatan Ust Ma'ruf Khozin, “Saya mendapatkan kisah ini dari KH. Imam Ghazali Said (Pengasuh Pesantren Mahasiswa An-Nur Surabaya), saat Turba PCNU Surabaya di Kec. Tambaksari 2006. Saya temukan di Buku Asad Ali bahwa hal itu terjadi pada 14 Februari 1987.”