Dua Alasan Ulama Pesantren Tolak Disertasi ‘Seks Bebas’
Disertasi mahasiswa program doktor di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga bikin geger. Abdul Aziz, penulisnya, membahas tentang hubungan seks di luar nikah tak melanggar syariat Islam. Disertasi dosen Fakultas Syariah Institut Agama Islam (IAIN) Surakarta itu mengangkat konsep milkul yamin Muhammad Syahrur, seorang intelektual Muslim asal Suriah.
Disertasi Abdul Aziz berjudul Konsep Milk Al Yamin: Muhammad Syahrur Sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Non-Marital. Konsep itu menyebutkan bahwa berhubungan intim di luar nikah dalam batas tertentu, tidak melanggar syariat Islam.
“Iya betul, memang disertasi saya meneliti tentang konsep milkul yamin Muhammad Syahrur,” ujar Abdul Aziz, dalam perbincangan dengan setasiun televisi swasta di Jakarta.
Sejumlah ulama pesantren langsung memberi tanggapan. Berikut penjelasan Ustadz Muhammad Ma'ruf Khozin, Pengasuh Pesantren Aswaja Sukolilo, Surabaya. Berikut ulasan Ustad Ma'ruf Khozin, yang Direktur Ahlussunnah Waljamaah Nahdlatul Ulama (Aswaja NU) Center Jawa Timur yang menolak Disertasi 'Seks Bebas' tersebut:
Pertama
Dari sisi 'pisau' analisisnya yang menggunakan tafsir hermeneutika. Belum dapat diterima di kalangan ulama Aswaja karena hermeneutika mengadopsi metode dalam kitab Injil.
Kedua
Kalau memang mengambil konsep yang terdapat dalam milkul yamin (perbudakan) sementara penulisnya sudah meyakini budak tidak ada lagi, maka dia hanya mengambil cabang (setubuhnya) dan membuang pondasinya (budaknya). Jadi jika setuju dengan milkul yamin maka tetap hidupkan perbudakan. Awal perbudakan dari mana? Dari perang. Mereka yang kalah maka wanita-wanita dijadikan budak. Jadi ciptakan dulu perang agama.
"Jika tidak mau perang maka jangan bersuara budak dan milkul yamin," tutur Ustad Ma'ruf Khozin pada ngopibareng.id, Selasa, 3 September 2019.
Pernyataan Abdul Aziz
Sementara itu, Abdul Aziz akhirnya bersedia memberikan revisi pada karya kajiannya itu. Bahkan, ia bersedia menghilangkan sejumlah bagian dari disertasinya itu, yang menimbulkan gejolak dan kontroversi di kalangan umat Islam di Indonesia.
Sebelumnya, ia memberikan sejumlah argumentasi. Ia menjelaskan, berdasarkan pemikiran Muhammad Syahrur, hubungan intim di luar nikah tidak melanggar hukum Islam. Sebab, kata Abdul berdasarkan konsep pemikiran Muhamamd Syahrur, dalam Al-Quran tidak ada definisi zina. Al-Quran hanya menyebut larangan berzina. Definisi zina, menurut Abdul, berasal dari para ulama.
“Di dalam Al-Quran memang ada dilarang mendekati zina, jelas. Akan tetapi definisi zina kan tidak ada itu,” kata Abdul Aziz.
Bagi Muhammad Syahrur, kata Abdul Aziz, hubungan intim disebut zina bila dipertontonkan ke publik. Tapi, jika hubungan seks dilakukan di ruang privat, dan sesuai dengan syarat-syarat milkul yamin, maka tidak bisa dikatakan zina. Apa saja syaratnya?
Abdul Aziz menjabarkan dasar penulisan disertasinya. Menurutnya, dalam Al-Quran terdapat dua bentuk hubungan seksual yang diizinkan. Pertama, hubungan seksual dalam kerangka perkawinan. Kedua, hubungan seksual dalam kerangka milkul yamin.
Meski diperbolehkan, menurut Abdul, untuk melakukan hubungan seksual dalam kerangka milkul yamin ada syarat-syaratnya.
“Syaratnya adalah seorang perempuan tidak bersuami. Kalau seorang laki-laki lajang atau beristri, boleh. Tentu dewasa, berakal sehat. Tidak dilakukan secara zina. Zina di sini adalah hubungan seksual secara terbuka. Sementara di tempat tertutup atau eksklusif adalah halal, boleh. Kedua, tidak dilakukan secara homo. Ketiga, tidak dilakukan dengan mantan istri bapak atau ibu tiri. Yang berikutnya adalah maharim, tidak ada hubungan darah. Di luar itu boleh,” ujar Abdul Aziz.
Abdul Aziz menambahkan, untuk hubungan seksual dalam kerangka milkul yamin cukup hanya berlandaskan komitmen suka sama suka. “Suka sama suka, enggak ada landasan agama. Beda agama boleh,” kata Abdul Aziz.
Bukan tanpa alasan Abdul mendukung pemikiran Muhammad Syahrur, yang dituangkan di dalam disertasinya. Banyaknya kasus kriminalisasi terkait hubungan seksual yang menurut Abdul sebetulnya tidak dilarang agama.
Bahkan, Abdul berharap, disertasinya ini menjadi rekomendasi dalam pembaruan hukum pidana Islam, hukum keluarga, dan hukum perdata Islam.
“Bahkan KUHP kita yang akan mengajukan RUU KUHP. Ini saya kira setidaknya ada satu peluang untuk dapat membantu persoalan ini. Akhir-akhir ini marak ada kriminalisasi hubungan seksual non marital atau konsensual,” kata Abdul Aziz.
Dengan pernyataannya, Abdul Aziz bersedia memberikan revisi pada karya kajiannya itu. Bahkan, ia bersedia menghilangkan sejumlah bagian dari disertasinya itu, yang menimbulkan gejolak dan kontroversi di kalangan umat Islam di Indonesia.