Dua Alasan, Lebaran dan Tradisi Potong Domba di Arab Saudi
Idul Fitri merupakan Hari Kemenangan bagi Umat Islam dalam memeriahkan hari istimewa setelah sebulan berpuasa. Momentum lebaran menjadi bernilai kultural, karena di masing-masing negara, dan kawasan, mempunyai tradisi dan pernik-pernik budaya tersendiri dalam merayakannya.
Di kawasan Nusantara, baik di Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand Selatan, hingga Filipina Selatan, mempunya corak perayaan yang berbeda-beda. Khusus di Indonesia, ada banyak corak tradisi dalam merayakan Lebaran.
Nah, bagaimana dengan model perayaan di Arab Saudi, tempat kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (S.a.w.)?
Berikut catatan Prof Sumanto Al Qurtuby, Guru Besar Antropologi Budaya, King Fahd University of Petroleum and Minerals, Dhahran, Arab Saudi:
"Lebaran dan Tradisi Potong Domba"
Seperti umat Islam di kawasan lain, umat Islam di Arab Saudi juga mempunyai "tradisi" khusus untuk merayakan lebaran. Salah satunya adalah tradisi potong domba. Tradisi ini bukan hanya di kalangan masyarakat Sunni saja tetapi juga warga Syiah Saudi.
Kenapa domba? Kenapa nggak kambing, onta, ayam, atau kuntul? Jangan-jangan mereka memang anti-Kristen?
Ada beberapa alasan kenapa mereka memilih domba.
Daging Domba dan Keistimewaannya
Pertama, daging domba, karena harganya lumayan mahal, adalah simbol kedermawanan atau "kelomanan" sekaligus lambang penghormatan terhadap para tamu (termasuk keluarga besar) yang datang ke rumah untuk silaturahmi.
Jadi, istilahnya, kalau ada tamu-tamu yang berkunjung yang biasanya berjumlah lumayan banyak disuguhi daging domba itu semacam "ngewongke" (mengorangkan atau memuliakan) para tamu.
Nabi Muhammad sendiri menganjurkan atau memerintahkan umat Islam untuk menghormati atau memuliakan para tamu (atau "ikramu dhuyuf") yang di Arab Saudi "diterjemahkan" dan diimplementasikan dengan / melalui penyembelihan domba.
Dari aspek antropologi, penyembelihan domba ini sebetulnya bagian dari kultur atau tradisi masyarakat Arab nomadik-pastoralis yang sudah berlangsung turun-temurun selama berabad-abad seperti pernah ditulis oleh antropolog Donald Cole yang pada tahun 1970an pernah meneliti suku Al Murrah di Arab Saudi.
Domba Hewan Terbanyak di Arab Saudi
Alasan kedua karena populasi domba ini sangat banyak di Arab Saudi sehingga mudah didapat, selain ukurannya tidak terlalu besar seperti onta atau tidak terlalu kecil seperti ayam. Banyak warga Saudi yang memelihara domba yang biasanya ditaruh di kebun-kebun pribadi mereka. Mereka membuat kadang-kandang khusus untuk domba-domba mereka.
Kenapa bukan Kambing?
Apakah di Saudi ada kambing? Ada. Jenis kambingnya biasanya yang bentuk telinganya yang berukuran panjang. Tapi populasinya sangat terbatas. Kalah jauh dengan domba. Makanya, di pasar-pasar atau supermarket sangat mudah dijumpai daging domba tetapi sulit menjumpai daging kambing. Padahal, kalau untuk urusan persatean, pergulean, atau pertongsengan, saya lebih suka "daging kambing" ketimbang daging domba. Rasanya lebih mak nyus dan mak nyos.
Kenapa tidak ayam? Ayam, karena harganya murah, dianggap kurang menghargai atau memulyakan para tamu. Lagian butuh berapa ayam yang dipotong kalau pas lebaran secara orang Saudi makan daging dan nasinya lumayan banyak karena itu obesitas menjadi salah satu penyakit utama disini. Banyak orang yang "surplus daging" karena, selain jarang olahraga juga lantaran banyak mengonsumsi daging, nasi, makanan-makanan yang serba manis, laban (susu yang diasamkan) dlsb.
Kenapa nggak onta? Onta terlalu besar, harganya juga sangat mahal, selain semakin menipis populasinya (ada banyak faktor yang menyebabkan kelangkaan populasi onta, antara lain, karena "migrasi" ke Indonesia qiqiqi. Jangan baper dan marah?). Dari segi rasa, daging domba jauh lebih enak daripada daging onta.
Demikianlah penjelasan singkat mengenai tradisi potong domba di Arab Saudi saat Lebaran. Jadi kalau di Indonesia, domba sering dijadikan sebagai sebutan untuk "umat Kresten yang saleh", di Arab Saudi lain cuy. Kalau kambing biasanya untuk sebutan "umat Krenten yang tersesat", sedangkan onta untuk "umat ngeslam" yang alay-alay.
Kalau ayam? Tergantung ayam apa: ayam kampung, ayam kota, ayam lehor, ayam kalkun, ayam cemani, ayam betutu, ayam trolok, ayam trondol, ayam potong, ayam sayur, ayam kampus, ayam onlen, ayam semok, ayame tonggone, ayam bipang...Pesen boleh? Tapi yang ada cap halalnya.
Demikian catatan Sumanto Al Qurtuby, Guru Besar Antropologi Budaya, King Fahd University of Petroleum and Minerals, Dhahran, Arab Saudi, yang asal Semarang ini. Semoga bermanfaat.