dr Dini Dharmawidiarini, Gigih Kembangkan Ilmu hingga Mancanegara
RS Mata Undaan Surabaya adalah rumah sakit spesialis mata yang tersohor di Indonesia, khususnya Indonesia timur. RS Mata Undaan merupakan warisan sejak zaman Belanda. Kendati menjadi RS heritage, RS Mata Undaan dipenuhi tenaga medis ahli yang berpengalaman di bidangnya. Salah satunya adalah dokter Dini Dharmawidiarini, SpM(K) spesialisasi bidang Kornea, Lensa dan Bedah Refraksi.
Dokter Dini memiliki alasan tersendiri dalam memilih spesialisasi tersebut. Awal mula dokter Dini tertarik dengan mata karena menurutnya organ tersebut termasuk anggota tubuh yang berperan sangat vital. Di mana berfungsi sebagai indra penglihat.
“Menurut saya, mata walaupun kecil meempengaruhi kehidupan. Fungsinya untuk melihat. Dalam mata sendiri banyak bagiannya. Selain itu, ada urgency untuk mendalami kornea. Banyak pasien yang ternyata korneanya bermasalah,” katanya.
Dokter Dini menambahkan, kebutaan karena kornea menempati urutan ketiga setelah katarak dan glaukoma. Sementara, dokter bedah kornea di Indonesia jumlahnya kurang dari 30 orang. Tak hanya itu, tanah air kekurangan pendonor kornea.
“Angka kebutaan karena kornea itu 4,5 persen dari tiga persen angka kebutaan di Indonesia. Jumlah dokter bedahnya masih kurang. Donor korneanya juga minim, masyarakat belum banyak yang mengetahui penting dan kebermanfaatannya,” paparnya.
Berjiwa Sosial
Dokter alumnus Universitas Airlangga itu bergabung dengan RS Mata Undaan sejak Januari 2014. Sebelumnya, dokter Dini bekerja di Non-governmental Organization bernama The John Fawcett Foundation Indonesia yang berpusat di Bali.
Dokter Dini mendedikasikan waktunya bagi pasien yang kurang mampu. “Saya memberikan pelayanan mata untuk pasien tidak mampu selama lima tahun di Bali,” katanya.
Kursus Mata hingga Belanda
Mengetahui fenomena tersebut, dokter yang menjabat sebagai ketua Cornea Donation Center RS Mata Undaan itu tak kenal lelah dalam mengembangkan diri. Terlebih, teknologi dalam bidang bedah refraksi yang perkembangannya sangat pesat.
“Teknologi dalam bedah refraksi sangat cepat berkembangnya. Kemarin lasik menggunakan femtosecond laser dengan membuat flap di kornea, sekarang sudah ada ReLEx Smile Pro Visumax 800 bisa tanpa flap dengan sayatan hanya dua hingga empat milimeter. Jadi jangan sampai ketinggalan. Harus terus belajar,” katanya.
Di sisi lain, untuk mendukung pengetahuan dan keterampilannya dalam menyesuaikan perkembangan zaman, dokter Dini mengikuti berbagai kursus singkat dan fellowship hingga ke luar negeri. Salah satunya fellowship di Hyderabad India selama tiga bulan lebih.
“Waktu itu pernah ikut fellowship di Jakarta selama tiga bulan pada tahun 2016 mempelajari keratoplasty dan bedah refraksi. Pada 2017 dapat di India selama tiga bulan untuk praktik langsung operasi donor mata manusia dan belajar teknik Descemete Stripping Endothelial Kearoplasty (DMEK). Dua minggu untuk observer eyebank,” katanya.
Tak sampai di situ, pada 2018 dokter Dini mengikuti kursus lensa tanam di Groningen, Belanda. Di tahun yang sama, dokter Dini juga bertolak hingga ke Negeri Kincir Angin untuk mempelajari teknologi Lasik dan ReLex Smile. Terakhir, pada tahun 2020 ia mengunjungi Rotterdam, Belanda, untuk menguasai ilmu Keratokonus Advanced dan DMEK.
“Melalui kursus tersebut saya tidak hanya mendapat teori, namun juga pratiknya secara langsung. Groningen itu pionir lensa tanam, sedangkan Rotterdam adalah penemu teknologi DMEK,” katanya.
Terima Penghargaan dari Luar Negeri
Selain aktif mengikuti fellowship dan shortcourse di mancanegara, tak tanggung-tanggung dokter Dini juga memperoleh penghargaan di kancah internasional. Antara lain, dokter Dini menerima Award dari Asia Pacific Academy of Opthalmology Congress pada tahun 2010. Di mana dokter Dini merupakan satu-satunya orang Indonesia yang mendapat award tersebut.
“Saya mendapat award itu setelah mengirim karya tulis ilmiah atau penelitian saya tentang karakteristik katarak di daerah terpecil di Bali. Waktu itu di dunia dipilih 10 dokter mata, yang dari Indonesia cuma saya,” kenangnya.
Tak hanya itu, setahun selanjutnya dokter Dini mengantongi Grant dari Royal Australasian College of Surgeon dengan menjadi observer Okuloplasti di Lions Eye Institute Perth dan beberapa rumah sakit di Kota Perth. Terkahir, dokter dini pun pernah mewakili Indonesia dalam video kontes di Hong Kong pada Alcon Foresight di tahun 2019.
Semangat Mengembangkan Diri
Kendati telah mengikuti berbagai fellowship dan kursus pendek, dokter Dini selalu termotivasi untuk terus berlajar dan belajar. Dokter Dini pun selalu tertantang untuk mengobati penyakit kornea yang sulit ditangani. Sebab, baginya kesembuhan pasien adalah kebahagiaan yang tak ternilai.
“Membantu pasien usia produktif bisa bekerja kembali setelah sembuh dari kebutaan dengan transplantasi kornea yang saya tangani itu membuat saya senang. Saya pun selalu terpacu belajar terus untuk bisa menaklukkan kebutaan kornea karena penyakit Stevens-Johnson Syndrome. Itu sulit ditangani, korneanya selalu meleleh,” tutupnya.