DPRD Surabaya Susun Raperda untuk Lindungi Konsumen Properti
Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Surabaya sedang merancang rancangan peraturan daerah (Raperda) mengenai perlindungan terhadap konsumen properti.
Raperda tersebut dirancang sebagai proteksi terhadap masyarakat yang hendak membeli properti, baik dalam wujud hunian tapak ataupun apartemen.
Ketua Bapemperda DPRD Kota Surabaya Josiah Michael menyebut, tidak sedikit kasus yang timbul berkaitan dengan properti, seperti hunian yang tidak kunjung keluar sertifikatnya hingga yang tidak ada wujudnya, padahal konsumen sudah membayar.
"Kami menilai aturan mengenai perlindungan konsumen properti ini sangat urgen untuk melindungi masyarakat dari berbagai kasus tersebut. Saat ini, kami sedang proses untuk menyusun drafnya," ujarnya, Senin 18 Maret 2024.
Josiah juga mengatakan, masa depan hunian masyarakat yang ada di Surabaya akan dipegang oleh hunian-hunian vertikal. Apalagi kasus-kasus investasi bodong sering menimpa masyarakat konsumen apartemen. Namun tak menutup kemungkinan juga terjadi pada konsumen rumah tapak.
"Investasi properti bodong bukan hanya terjadi pada landed house saja, tapi vertikal. Hunian vertikal ini juga menyangkut hajat hidup orang banyak karena satu apartemen bisa untuk ribuan unit," tambahnya.
Sebagai langkah awal, Politikus Partai Solidaritas Indonesia ini mengatakan pihaknya sedang menyelesaikan draf sekaligus meminta usulan dari masyarakat. Termasuk yang sering terjadi saat pihak pengembang menjual unit-unit apartemen dalam wujud inhouse.
"Praktis saat Raperda ini akan berlaku dan resmi ditetapkan, maka pihak pengembang tidak bisa lagi menjual unit dalam bentuk inhouse," jelasnya.
Anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya ini menjelaskan penjualan unit apartemen dalam wujud inhouse justru menimbulkan masalah.
Dirinya mencontohkan konsumen membayar dalam jangka waktu lima tahun, lalu dijanjikan pada akhir tahun pertama unit akan dibangun. Ketika membayar selama dua tahun dan belum dibangun, konsumen mulai takut dan bertanya-tanya, lalu pas tahun ketiga dan belum juga dibangun, konsumen panik dan bimbang.
"Kita sebenarnya ingin seperti di Australia yang sistemnya deposit. Namun sepertinya pengembang tidak berkenan karena berkaitan dengan modal dan akan mengganggu iklim investasi. Kita akan mencoba skema lain, termasuk asuransi. Saat default (gagal bayar), maka asuransi yang akan menanggung," pungkasnya.
Advertisement