DPRD Surabaya Desak Pemkot Segera Turunkan Beasiswa SMA MBR
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, hingga kini belum menurunkan dana beasiswa untuk SMA/SMK yang masuk dalam kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), yang dijanjikan sejak Januari 2022 lalu.
Perlu diketahui, berdasarkan APBD Kota Surabaya yang disahkan pada 10 November 2021 lalu, Pemkot bersama DPRD menganggarkan 47 miliar untuk program beasiswa tersebut.
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Reni Astuti mengatakan, program beasiswa tersebut sangat menyenangkannya. Sebab, hal ini merupakan wujud dari visi kerja sama dengan Pemkot.
Karena itu, Reni pun menyayangkan apabila program beasiswa untuk SMA/SMK yang masuk dalam MBR tersebut tidak dicairkan. Sebab hal ini merupakan keinginannya sejak dulu.
"Kami senang Pemkot Surabaya dan DPRD punya visi yang sama, yakni memberikan beasiswa bagi pelajar di tingkat SMA/SMK/MA. Untuk APBD sudah disahkan sejak 2021 lalu," kata Reni, Minggu, 6 Maret 2022.
Padahal, kata Reni, seharusnya sejak Januari 2022 lalu, tiap siswa menerima beasiswa berupa uang tunai senilai Rp200.000. Uang itu diterima langsung ke rekening yang telah didaftarkan.
"Faktanya masih banyak siswa SMA/SMK/MA yang masuk MBR dan terkena beban biaya sekolah. Beasiswa ini sangat dibutuhkan dan meringankan beban siswa," ujarnya.
Menurut politisi PKS tersebut, anggaran pendidikan ini termasuk prioritas. Dan data yang digunakan oleh Pemkot Surabaya merupakan hasil koordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim.
"Data sudah ada dan dihimpun Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata. Kalau pun (dananya) kurang, kan bisa dikoordinasikan dengan DPRD. Bisa juga masuk di PAK (Perubahan Anggaran Keuangan)," jelasnya.
Reni pun mengingatkan Walikota Surabaya Eri Cahyadi dan Wakilnya, Armuji, untuk segera merealisasikan program beasiswa ini. Sebab, hal itu telah termaktub dalam janji politik pemimpin daerah.
"Waktu sudah berjalan dua bulan, saya mendorong dan berharap mudah-mudahan di bulan Maret ini beasiswa dicairkan kepada warga dan siswa dari keluarga MBR," ujar dia.
Selain itu, Reni juga mengaku sering mendapat keluhan dari masyarakat ketika melakukan tinjauan. Beberapa di antaranya ada yang tidak bisa mengambil ijazah, hingga kesulitan membayar biaya sekolah.
“MInimal anak-anak tidak putus sekolah. Jadi bisa minimal lulus SMA/SMK/MA atau kalau bisa ya perguruan tinggi," tutupnya.
Advertisement