DPRD Surabaya Desak BPN Percepat Layanan: Kasus Berlarut-larut
Komisi C DPRD Kota Surabaya mendesak kepada Badan Pertanahan Nasional agar lebih cepat lagi dalam memberikan layanan kepada warga Surabaya. Desakan Komisi C DPRD Kota Surabaya ini berdasarkan dua kasus pengaduan warga yang dianggap berlarut-larut ditangani oleh Badan Pertanahan Nasional.
Misalnya saja kasus yang dialami oleh Nariono. Nariono adalah warga Surabaya yang memiliki tanah dengan status petok D di Bringin Sambikerep Surabaya. Tanah petok D milik Nariono ini seluas 2800 meter persegi. Namun sayangnya tanah ini diklaim menjadi milik PT. Radio Widjaja. Penyebabnya karena ada kesalahan dalam penunjukkan. Sehingga, surat-surat yang dikeluarkan pun menjadi atas nama PT. Radio Widjaja.
Nariono kemudian mengadukan nasibnya ke Komisi C DPRD Surabaya. Nariono ditemui oleh Ketua Komisi C DPRD Surabaya Baktiono. Mendengar keluhan itu Baktiono pun mendesak agar proses pencabutan SHGB dan pengurusan SHM baru atas nama pemilik sebenarnya yaitu Nariono, harus dilakukan secara sesingkat-singkatnya. Seperti yang disebut dalam dari Proklamasi Kemerdekaan, sesingkat-singkatnya!
"BPN sudah sepakat dalam waktu yang sesingkat-singkatnya sejak berkas pengajuan saudara Nariono masuk dan PT. Radio Widjaja sudah mencabut SHGB. Maka sejak berkas dimasukkan oleh Nariono ke Kantor Pertahanan Surabaya I akan diproses dan Sertifikat Hak Milik akan keluar setelah 56 hari lamanya," ungkapnya pada Senin 8 Januari 2024.
Masalah belum selesai di situ. Meski BPN sudah menyanggupi untuk menyelesaikan dalam waktu singkat, masih butuh kesadaran dan tindakan langsung dari Stefanus Sentosa, sebagai direktur PT. Radio Widjaja. Butuh kerjasama dari Stefanus Sentosa, untuk mencabut SHGB Nomor 232 di hadapan Notaris-Pejabat Pembuat Akta Tanah.
"Hanya tindakan Saudara Stefanus segera dibutuhkan untuk menyelesaikan secara administratif pembatalan tersebut di Notaris-PPAT. Maka sejak ada pembatalan dari Notaris-PPAT, Kantor Pertanahan Surabaya I akan membatalkan SHGB tersebut dan mengurus berkas pengajuan oleh Nariono," kata Baktiono.
Ihwal kinerja dari BPN, Baktiono mendesak BPN agar lebih tepat lagi dalam bekerja sehingga kasus serupa tak terjadi lagi. "Kalau sudah ada penunjukan letak tanah seperti itu, harus ada crosscheck juga dengan pihak kelurahan," ujar Baktiono.
Kasus kedua adalah soal status tanah Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) di Jalan Prof. Dr. Moestopo Surabaya. Pengurus gereja sudah bertahun-tahun mengurus surat tanahnya namun tak kunjung selesai.
"Kami pernah melakukan mediasi GKJW yang ada di Jalan Profesor Doktor Moestopo, Gubeng. Mereka mengurusnya sampai 10 tahun dan tidak selesai. Lalu mereka melapor kepada kami dan segera kami urus. Hanya dua minggu dapat selesai," pungkasnya.
Advertisement