DPRD Komitmen GBT dan Gelora 10 Nopember untuk Persebaya
DPRD Surabaya melakukan rapat dinas dengan Pemerintah Kota Surabaya, yang diwakili oleh Bagian Hukum dan Dispora, Askot PSSI, serta Manajemen Persebaya Surabaya membahas terkait Rancangan Peraturan Daerah Retribusi Aset Kekayaan Daerah. Hal ini terkait Stadion Gelora 10 Nopember dan Gelora Bung Tomo Surabaya (GBT).
Dalam rapat itu, DPRD Surabaya meminta Pemkot untuk memberi jaminan bahwa Persebaya bisa bermain di GBT dan Gelora 10 Nopember, ketika kompetisi Liga 1 mulai berjalan. Persoalannya mengenai harga lapangan GBT yang terlampau mahal.
Jika penyewa dalam hal ini Persebaya ingin menyewa GBT dalam satu hari, mereka harus merogoh kocek Rp444 juta. Sedangkan di Perda sebelumnya hanya dibanderol Rp30 juta untuk pertandingan level Liga 1. Sedangkan untuk pertandingan internasional, tarifnya Rp70 juta. Naik 15 kali lipat.
Ketua Pansus Mahfudz, Persebaya adalah ikon Surabaya. Pemkot seharusnya tak membebani harga GBT setinggi itu. Apalagi fasilitas GBT belum sebaik Gelora Bung Karno Jakarta. Mulai dari akses, hingga dekat dengan TPA Benowo.
"Persebaya selama ini sudah membawa nama Surabaya. Masa iya diberi harga tinggi begitu. Nggak bisa ada harga khusus. Kami tau, Persebaya ini sudah PT, namun mereka bukan full oriented total. Ada porsi sosialnya untuk sepakbola anak muda Surabaya," kata Mahfudz, Senin 19 April 2021.
Mahfudz meminta Pemkot untuk komitmen memberikan Persebaya harga khusus. Harus memandang Persebaya secara sehat, bukan dari sisi bisnis dan ekonomi saja. Terlebih jika melihat dari sisi politik.
"Kalau ada masalah politik antara Pemkot dan Persebaya jangan dibawa-bawa. Persebaya itu selamanaya, sedangkan politik itu sementara. Hanya lima tahun," katanya.
Mahfudz meminta Pemkot bisa lunak kepada Persebaya. Dengan memberikan fasilitas harga khusus baik di Raperda dengan menambahkan pasal lain, atau dengan peraturan walikota Surabaya.
Di sisi lain, manajemen Persebaya yang diwakili oleh sekretaris Persebaya Ram Surahman mengaku sangat keberatan jika Persebaya harus membayar Rp444 juta per hari, jika ada pertandingan di Surabaya. Alasannya, pemasukan Persebaya tak selalu besar jika melawan tim yang bukan rival, maka pendapatan Persebaya lewat tiket hampir sama dengan harga lapangan.
"Kami itu kalau laga besar, kita malah merogoh kocek lebih dalam. Untuk pengamanan, dan lainnya. Kalau harga stadion sudah segitu, bagaiaman kita bisa menutup operasional tim? Padahal di kota lain pemkab atau pamkotnya mendukung sekali dengan memberikan harga khusus untuk timnya. Kok Surabaya merasa tidak bangga? Kan ini ikon," terangnya.
Sementara itu, menurut Dispora dan Bagian Hukum menyebut Raperda ini adalah produk hukum umum, yang tak bisa mengatur secara spesifik dan subjektif kepada salah satu perusahaan, salah satunya Persebaya.
Pemkot melihat Persebaya adalah entitas bisnis secara total. Bukan ikon Surabaya. Menurutnya, ikon Surabaya jika disematkan ke Persebaya adalah subjektifitas dari pihak-pihak lain. Termasuk Pemkot.
"Jangan dibilang ikon, Persebaya ini perusahaan bisnis. Subjektif kalau bilang itu ikon. Jadi kita tidak bisa mengatur di Perda harga-harga khusus," kata Kabag Hukum, Ira Tursilowati.
Advertisement