DPRD Banyuwangi: Raperda Usulan Eksekutif Punya Mekanisme Baru
Badan Pembentukan Peratuarn Daerah (Bapemperda) DPRD Banyuwangi menyatakan jika mekanisme penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengalami perubahan. Kini, Raperda usulan dari eksekutif harus melalui tahapan harmonisasi dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Provinsi dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), lebih dulu. Tujuannya, agar aturan yang dibuat tidak bertabrakan dengan aturan di atasnya.
“Jadi sekarang ini proses penyusunan Bapemperda ada aturan terbaru yang mengatur,” kata Ketua Bapemperda DPRD Banyuwangi, Sofiandi Susiadi, Jumat, 4 September 2020. Perubahan itu ditegaskan dalam Undang-undang 12 tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mendapatkan perubahan dalam Undang-undang 15 tahun 2019 dan ditegaskan dalam bagian khusus terkait dengan pembentukan produk hukum daerah.
Dia melanjutkan, untuk Raperda usulan eksekutif harus melalui tahapan harmonisasi sebelum masuk ke Propemperda (program pembentukan Perda). Tahapan harmonisasi ini dilakukan dengan dua lembaga yaitu Kemenkumham wilayah Provinsi dalam hal ini Provinsi Jawa Timur, dan Kemendagri.
“Itu dua Kementerian yang harus dilewati dan dilalui. Karena harmonisasi itu sesungguhnya menterjemahkan perihal subtansi. Subtansi materi wilayahnya Kemendagri. Kalau Kemenkumham terkait redaksional, tata norma dan seterusnya,” terang politisi partai Golkar ini.
Dia menegaskan, harmonisasi ini harus dilakukan dan harus ada bukti tertulis bahwa penyusunan Raperda itu sudah dilakukan harmonisasi oleh Kepala Kanwil Kemenkumham Jawa Timur. Dia menyebut akan mengawal proses harmonisasi tersebut. Sebab DPRD Banyuwangi ingin menerapkan azas hukum yang berlaku. Misalkan ada penyesuaian tidak boleh menabrak aturan yang di atasnya. “Ada keseteraan Undang-undang yang berkembang, kemudian ada tuntutan kebutuhan masyarakat. Jadi itu yang menjadi pondasi kami selaku Bapemperda untuk mengawal produk ini betul-betul bermutu dan berkualitas,” tegasnya.
Dengan demikian, lanjutnya, diharapkan Perda yang dihasilkan benar-benar bermutu, berkualitas tidak asal-asalan dan sesuai dengan kaedah penyusunan perundang-undangan. Sehingga ke depan tidak ada gugatan atau dipersoalkan pihak lain. Karena Perda yang dihasilkan sudah harmonis dan sesuai dengan tata baku standar penyusunan perundang-undangan yang melibatkan pihak kementerian.
Bagaimana dengan Raperda inisiatif DPRD? Menurutnya, untuk Raperda inisiatif DPRD tidak harus dilakukan harmonisasi ke Kemenkumham dan Kemendagri. Namun jika dilakukan akan jauh lebih baik. Alasannya, karena Bapemperda selaku alat kelengkapan dewan yang membidangi pembentukan Perda, sudah melakukan kajian melalui pihak ketiga yaitu tim penyusun naskah akademik.
“Biasanya pihak kampus, pihak akademisi atau pihak lain yang memiliki standar kualitas maupun kapasitas kajian-kajian ilmiah tentang latar belakang dan seterusnya, terkait peraturan daerah inisiatif legislatif,” bebernya.
Meski saat ini masih masa transisi, menurut Sofiandi, karena aturannya sudah diundangkan maka menjadi keharusan dan kewajiban, baik eksekutif maupun legislatif untuk mengawal kerangka aturan yang diberlakukan. Di Banyuwangi sendiri, kata dia, mekanisme baru ini sudah diterapkan. “Kami sudah mulai menerapkan. Tapi kan ada penyesuaian dari pihak eksekutif. Artinya eksekutif kami pantau, kami beri masukan dan kami dorong untuk melakukan harmonisasi terkait dengan usulannya sendiri,” katanya.