DPRD akan Buat Perda Baru Terkait Apartemen, Untuk Apa?
DPRD Kota Surabaya berinisiatif Peraturan Daerah (Perda) tentang Hunian Bertingkat apartemen, kondominium dan rumah susun sewa (Rusunawa) akan dijadikan menjadi satu Perda. Hal itu disampaikan oleh Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, Baktiono.
Inisiatif ini didasari berbagai persoalan sosial yang terjadi di hunian bertingkat, salah satunya membentuk para penghuni membentuk perhimpunan pemilik atau penghuni atau membentuk kepengurusan RT/RW seperti yang diatur dalam Perda.
Baktiono mengungkapkan, selama ini pihaknya banyak menerima keluhan dari penghuni apartemen mengenai hal itu. Kata dia, warga penghuni apartemen yang mengalami tindakan dihalang-halangi oleh pengusaha apartemen dalam membentuk perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun (P3 SRS).
“Jadi ini berdasarkan keluhan penghuni. Mereka sampai saat ini belum membentuk namanya P3 SRS itu. Seharusnya warga ini bisa mengelola sendiri dan bisa membentuk kepanitiaan tersendiri, bahkan membentuk RT dan RW, berdasarkan peraturan daerah yang ada,” katanya Selasa 8 Februari 2022.
Baktiono mengatakan, organisasi ini menjadi sulit terbentuk karena sengaja dihalang-halangi oleh pengelola apartemennya. Ia mengatakan jika ada satu pengusaha apartemen yang melarang lurah dan camat untuk memfasilitasi pembentukan RT maupun RW. Dikarenakan, jika terbentuknya RT dan RW, maka memberikan keuntungan bagi warga apartemen dan juga menguntungkan pemerintah kota.
Padahal menurutnya, fungsi dari pembentukan P3 SRS dan RT/RW di apartemen, kondominium dan rumah susun, ini sangat krusial. Selain soal kepemilikan unit, memudahkan penghuni mendapat akses administrasi kependudukan, juga dapat menekan angka golongan putih (Golput) saat Pemilu.
“Karena para penghuni yang di sana itu 60 persen tidak beridentitas di rumah susun, apartemen atau kondominium itu. Tapi, mereka masih beridentitas dengan alamat dan domisili yang lama. Dan mereka jarang mau mengurus pindah domisili,” jelasnya.
Sedangkan yang paling penting terkait adanya organisasi warga adalah terkait dengan status kepemilikan unit. Baktiono menyampaikan, bahwa para pengusaha atau pemilik hunian susun, masih belum melepas secara penuh hak milik penghuni. Padahal, secara persyaratan dan pelunasan, sudah sebagian besar terpenuhi.
“Sebagian besar, pengusaha hunian susun ini belum memberikan sertifikat hak milik yang dijanjikan kepada penghuni,” terangnya.
Apalagi baginya, mayoritas pengelola apartemen di Surabaya juga memberlakukan harga listrik dan harga air bersih dengan harga yang di atas wajar. Para penghuni apartemen, saat ini dikenai biaya penggunaan air PDAM dengan harga Rp 10.000/m³.
“Padahal kalau dari PDAM itu tarifnya, tarif sosial mulai Rp 300/m³, sampai Rp 7000/m³, untuk hotel-hotel berbintang,” ujarnya.
Lebih tragis lagi, urai Baktiono, mereka juga menarik pajak pertambahan nilai Ppn, menurutnya, hal ini sangat berbahaya dan melanggar (aturan yang ada). Oleh karena itu, masalah ini harus diselesaikan dengan aturan yang mengikat. Sehingga ada intervensi dari pemkot untuk bisa memberikan hak yang sama kepada warganya yang bertempat tinggal di apartemen.
“Mereka ini protes, karena penghuni tidak punya hak yang sama, setara dengan warga kota Surabaya lainnya,” tegasnya.