Kunjungi Smelting, DPR RI Malah Banyak Soroti Freeport
Komisi VII DPR RI melakukan kunjungan kerja ke PT Smelting di Desa Roomo, Gresik, Jawa Timur, Kamis 28 Januari 2021. Namun, dalam kunjungannya selama dua jam, mereka lebih banyak menanyakan komitmen PT Freeport untuk membangun smelter.
Kunjungan kerja dipimpin Alex Noerdin. Diikuti enam anggota Komisi yang membidangi pertambangan. Mereka adalah Dyah Roro Esti Widya Putri (Golkar), Ridwan Hisyam (Golkar), Haeny Relawati Rini (Golkar), Ina Elisabeth Kobak (Nasdem), Rico Sia (Nasdem) dan Tifatul Sembiring (PKS).
Rombongan DPR RI ini didampingi Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaludin dan Direktur Yunus Saifulhak. Sedangkan dari PT Freeport Indonesia hadir Vice President Harri Pantja. Ada juga perwakilan dari Pemprov Jatim dan Pemkab Gresik.
Rombongan DPRI RI diterima Executive Vice President PTS Tatsuya Inoue dan Director of Commerce Irjunawan P Radjamin. Dalam kunjungan ini, Komisi VII DPR RI ingin mengetahui lebih banyak tentang proses produksi perusahaan peleburan dan pemurnian tembaga satu-satunya di Indonesia ini.
"Kami sangat senang mendapat kesempatan untuk memperkenalkan dan menjelaskan proses peleburan dan pemurnian tembaga. Usaha tembaga terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian hulu yaitu tambang tembaga, bagian tengah, bagian peleburan dan pemurnian tembaga, dan bagian terakhir bagian hilir," kata Inoue.
Namun, dalam pertemuan selama dua jam itu, para anggota DPR RI lebih banyak menanyakan banyak hal tentang komitmen PT Freeport dalam membangun smelter. "PT FI mewacanakan tidak membangun smelter baru. Tapi meningkatkan kapasitas produksi PT Smelting. Bagaimana ini?" kata Alex Noerdin dalam sambutannya.
Apalagi di antara rombongan ada dua anggota dewan dari Papua. Mereka adalah Ina Elisabeth dan Rico Sia. "Kenapa tidak membangun smelter di Papua," cetus Ina. "Kalau perkembangan pembangunan smelter di Gresik belum siginifikan, kenapa tidak membangun saja di Papua. Dekat dengan bahan baku," tambah Rico.
Yang agak menarik pernyataan dari Ridwan Hisyam. Politisi Golkar asal Jatim ini mengakui bahwa investasi membangun smelter tidak ekonomis. Ini yang membuat PT FI mewacanakan hal lain. Sebaiknya ditugaskan saja kepada BUMN untuk membangun smelter. "Jadi tugasnya dialihkan ke negara," tuturnya.
Mendapat berbagai pertanyaan itu, Hari Pantja dari PT Freeport Indonesia menjelaskan bahwa rencana membangun smelter di Gresik ini sudah menjadi kewajiban yang tercantum dalam kontrak. Smelter dengan kapasitas 2 juta ton konsentrat itu direncanakan selesai 2023
"Tahun kemarin kita melakukan evaluasi Januari dan Juli. Pada evaluasi Januari, capaian pembangunan smelter sudah melampuai target sesuai komitmen dengan pemerintah. Setelah itu agak melambat karena pandemi," tutur Hari Pantja.
Dia menegaskan bahwa pembangunan smelter ini merupakan kewajiban yang harus dijalankan. Karena itu, PT FI akan tetap membangun dengan kapasitas 1,7 juta ton smelter baru. Sedangkan sisanya dengan mengembangkan kapasitas PT Smelting.
Mengapa tidak membangun di Papua? Menurut Hari Pantja, biaya membangun smelter di Papua lebih mahal 25 sampai 30 persen. Apalagi kalau harus membangun infrastruktur pendukung, maka akan naik 300 persen biayanya. Sementara margin keuntungan smelter tembaga tipis.
Dirjen Minerba Ridwan Djamaludin menambahkan bahwa pihaknya telah membentuk tim monitoring pembangunan smelter PT FI ini. "Tugas tim dari berbagai pihak ini memonitor day to day progres pembangunan smelter yang menjadi kewajiban undang-undang ini," tambahnya.
Ia menepis anggapan tentang kemampuan PT FI untuk membiayai investasi pembangunan smelter yang diperkirakan sampai USD 3 Miliar. Ia lantas membandingkan dengan pendapatan PT FI tahun 2020 yang mencapai USD 3,4 Miliar.
Yang menarik, para anggota Komisi VII DPR RI memuji peran PT Smelting yang sudah 25 tahun beroperasi mengolah tembaga di Indonesia. Menurutnya, perusahaan patungan Mitsubishi Materials Corporation (MMC) dari Jepang dan PT FI ini harus didukung dan dijaga.
PT Smelting merupakan smelter tembaga pertama dan satu-satunya di Indonesia. Selama ini, perusahaan yang 25 persen sahamnya milik PT FI ini mengolah 1 juta konsentrat hasil tambang di Papua. Setiap tahun menghasilkan kurang lebih 300 ribu ton katoda tembaga.
Menjelang pertemuan ditutup, Alex Noerdin berjanji bahwa hasil kunjungan kerja ini akan dibawa ke Komisi VII. Kelak, hasil kunjungan mereka akan menjadi bahan untuk dengar pendapat dengan berbagai pihak terkait.