DPR Resmi Sahkan RUU TPKS Jadi Undang Undang
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi UU TPKS. Pengesahan dilakukan di rapat paripurna ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022, Selasa, 12 April 2022.
Proses pengesahan tersebut dimulai dari Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya yang juga sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS menyampaikan laporan pembahasan RUU TPKS antara DPR, pemerintah dan koalisi masyarakat.
Setelah Willy Aditya selesai membacakan sambutannya, Ketua DPR Puan Maharani kemudian menanyakan ke seluruh anggota DPR apakah setuju dengan pengesahan RUU TPKS menjadi UU.
"Apakah RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual disahkan menjadi undang-undang?" tanya Puan kepada peserta sidang. "Setuju," jawab para peserta.
Sontak sejumlah elemen kelompok koalisi peduli perempuan yang duduk di balkon ruang rapat paripurna gedung Nusantara II DPR Senayan Jakarta bersorak dan bertepuk tangan.
Setelah itu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga memberikan sambutannya terkait proses pembuatan RUU TPKS yang membutuhkan proses panjang. Tampak hadir pula Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej di ruang rapat paripurna.
RUU TPKS ini diperjuangkan sejak tahun 2016 dan pembahasannya cukup mengalami dinamika, termasuk berbagai penolakan. Kemudian, pada menjadi hak inisiatif DPR.
RUU ini sempat ditolak oleh Partai Keadilan Sejahtera. Salah satu poin penolakan PKS adalah agar RUU TPKS ini memasukkan secara lengkap jenis-jenis tindak pidana kesusilaan yaitu segala bentuk tindak pidana kekerasan seksual, perzinaan, dan penyimpangan seksual.
"Fraksi PKS konsisten untuk memperjuangkan agar dalam RUU TPKS diatur perihal larangan dan pemidanaan terhadap perzinaan dan penyimpangan seksual sebagai salah satu bentuk Tindak Pidana Kesusilaan. Norma perzinaan dalam KUHP bermakna sempit sehingga tidak bisa menjangkau perbuatan zina yang dilakukan oleh pasangan yang keduanya belum terikat perkawinan dengan pihak lain," kata Almuzzammil, saat itu.
Fraksi PKS juga mengusulkan untuk memasukan larangan hubungan seksual berdasarkan orientasi seksual yang menyimpang (LGBT)/Penyimpangan Seksual dalam RUU TPKS, dengan mengakomodasi pemidanaan bagi pelaku penyimpangan seksual baik dilakukan terhadap anak maupun dewasa.
"Mengingat adanya kekosongan hukum perihal pengaturan LGBT di Indonesia, karena tidak ada satu pun hukum positif Indonesia yang secara eksplisit-normatif melarang perilaku LGBT, maka pembentuk undang-undang perlu segera mengaturnya," kata dia.
"Kami Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) menolak Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual untuk disahkan menjadi Undang-undang dan dilanjutkan ke tahap berikutnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sebelum didahului adanya pengesahan RKUHP dan/atau pembahasan RUU TPKS ini dilakukan bersamaan dengan pembahasan RKUHP," sambung Almuzzamil.