DPR: Milik Rakyat Atau Golkar?
19 November 2017 malam tercatat sebagai malam yang menyuguhkan peristiwa sangat memalukan dan telah mencoreng wajah Indonesia sebagai bangsa beradab. Seorang Ketua DPR RI, Setya Novanto (Setnov), dijemput paksa oleh petugas KPK, namun ia menghilang. Esoknya tersebar ‘drama tiang listrik’ yang menggemparkan. Peristiwa tersebut oleh masyarakat dianggap sebagai merendahkan nalar dan logika akal sehat!
Masyarakat menyaksikan kejadian demi kejadian lewat liputan di hampir setiap stasiun teve yang ada di negeri ini. Beberapa keganjilan pun sempat menjadi gunjingan ketika ucapan pengacara Setnov tak sepenuhnya menggambarkan realita sesungguhnya. Setnov yang dikabarkan dalam keadaan cukup parah dengan kondisi mobil yang rusak berat alias ringsek, ternyata tidak benar. Kebohongan ini membuat rakyat geram dan marah. Masyarakat pun seperti serempak bersepakat, tidak menginginkan kembalinya lagi Setnov ke kursi Ketua DPR. Kedudukan yang mulia itu hanya pantas diperuntukan bagi mereka yang terhormat dan memang patut.
Di tengah penantian penuh harap akan terjadinya pergantian Ketua DPR, tiba-tiba masyarakat dibuat terkejut dan penasaran dengan munculnya dua pucuk surat Setnov yang ditulisnya sendiri dari balik sel tahanan KPK. Satu ditujukan kepada pengurus partainya, sedangkan yang satunya lagi ditujukan kepada koleganya para pimpinan DPR.
Saat DPP Golkar bereaksi terhadap surat Setnov yang langsung memutuskan tidak terburu-buru menyelenggarakan Munas Luar Biasa untuk mengganti Ketua Umumnya yang masih dalam status tersangka, masyarakat dapat memahami dan menerimanya sebagai masalah internal partai. Silakan saja Golkar mengambil keputusan demikian. Memang tak perlu mendengar celoteh dan cibiran masyarakat. Toh Golkar milik konstituennya yang terlembaga pada pimpinan DPD dan DPP Golkar. Golkar baru perlu mendengar bila tuntutan dan desakan datang dari para konstituen dan pengurus partainya di daerah maupun pusat.
Namun ketika surat Setnov datang ke meja pimpinan DPR yang berlanjut dengan urungnya rencana mengganti pucuk pimpinan DPR, masalahnya sangat beda. Rakyat sebagai ‘bos’nya para wakil rakyat di DPR merasa kecewa dan marah. Karena wacana pergantian Ketua DPR sudah begitu gencar tersiar dan masyarakat pun antusias memberikan dukungan. Itulah sebabnya masyarakat merasa dilecehkan oleh para wakilnya. Sebagai reaksi timbul berbagai kecaman dan celetukan: emangnya DPR punya Golkar?
Pembatalan pergantian Ketua DPR ini menggunakan alasan bahwa pemberlakuan asas praduga tak bersalah terhadap diri Setnov merupakan keharusan untuk dihormati dan diberlakukan. Nantinya putusan sidang praperadilan akan dijadikan pegangan dalam menentukan nasib Setnov lebih lanjut. Alasan ini tak bisa diterima oleh masyarakat. Karena kasus Setnov kali ini bukan semata kasus hukum. Sudah menyangkut persoalan marwah bangsa. Karenanya berdasarkan asas kepatutan dan kepantasan, Setnov sudah dianggap sama sekalii tak pantas kembali duduk sebagai Ketua DPR setelah perilakunya dinilai publik telah menurunkan marwah lembaga perwakilan rakyat hingga ke titik nadir.
Menilai perilaku dan kualitas seorang pimpinan tak perlu menunggu hasil praperadilan. Ini masalah pantas dan tidaknya Setnov menduduki jabatan sebagai ‘bapaknya’ rakyat Indonesia. Ratusan bahkan ribuan meme cukup menggambarkan bagaimana seorang Ketua DPR diolok, dicemooh, dan dipermalukan. Celetukan para ibu pun sangat nyinyir..."Kalo bapaknya rakyat seperti itu, gimana anak-anaknya?" Apa pula kata dunia?
Andai peristiwa memalukan ini terjadi di Jepang, dipastikan sang tokoh akan melakukan harakiri ketimbang menanggung malu. Minimal mengundurkan diri dari jabatan dan bahkan mundur dari partai dan seluruh kegiatan politik.
Nah, bagaimana dengan Setnov? Sebaiknya mundur lah. Dan bila nanti praperadilan memenangkan Setnov lagi, silakan tuntut KPK. Tapi jangan korbankan marwah DPR dengan tetap bersikeras harus kembali menjadi Ketua DPR RI.
Enough is enough…sudah cukup lah..!
*Erros Djarot adalah budayawan, seniman, politisi dan jurnalis senior - Tulisan ini dikutip sepenuhnya dari laman Watyutink.com
Advertisement