Down Sizing atau Beternak Elit Partai Politik?
Dunia politik semakin ramai saja dengan banyak isu yang menyeruak ke ranah publik. Dari sekian banyak isu itu, namun saya pribadi tertarik pada isu yang dikemukakan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.
Isu itu sangat seksi dan harus mendapatkan perhatian serius dari seluruh anak bangsa. Isunya di seputar perkara kelakuan para kaum cukong dalam menguasai politik kekuasaan di Republik ini.
Tapi apa isu yang seksi itu? Menurut Bambang, ada konglomerat yang
kerap merapat ke partai politik. Mereka selalu bermanuver setiap kali menjelang agenda suksesi kepemimpinan seperti musyawarah nasional (munas), kongres, ataupun muktamar.
Konon kabarnya, pemodal tersebut mendekati calon ketua umum parpol dengan dana Rp 1 triliun. Lagak-layaknya para pemodal itu, ingin menancapkan pengaruhnya di partai politik.
Bambang mengaku menaruh kekhawatiran berlebih pada penguasaan partai politik oleh para pemodal ketimbang para oligarki.
Isu Bambang itu sejatinya sudah lama kita rasakan. Namun kita belum memiliki kesadaran yang cukup untuk siuman dari tidur lelap yang panjang karena kelelahan. Sebab anak-anak bangsa ini masih miskin dari mentalitas seorang pemenang. Untuknya.mereka menyediakan dirinya sebagai pesuruh, kongsi, bahkan sebagai pengkhianat bangsa karena mereka lapar.
Politik Cukong yang modusnya memberi makan, mempengaruhinya, memperalatnya, kemudian menipunya itu sangatlah efektif. Oleh karena itu banyak elite politik partai yang berlagak seperti kambing congek ketika mereka sudah kenyang dengan uang cukong itu.
Dengan membiayai elit partai untuk meraih posisi puncak, maka para cukong itu dapat mengendalikan mereka. Sebab Cukong itu meyakini bahwa dengan "beternak" elit partai mereka bisa mengendalikan kebijakan negara.
Mengapa? Karena elit partai itu memiliki peran yang sangat strategis dalam tata kelola negara. Walhasil, para pemodal itu mengincar calon-calon atau tokoh potensial di partai untuk menancapkan pengaruh di pemerintahan.
Kita semua tahu bahwa parpol memiliki wewenang untuk menempatkan kadernya di DPR pusat hingga daerah. DPR RI yang memiliki kuasa membuat undang-undang. Parpol juga punya kuasa mengusung calon pemimpin dari pusat ke daerah. Parpol juga bisa menempatkan kadernya sebagai menteri, bila memenangi pemilu.
Oleh karena itu, kita sebagai anak bangsa, mari kita mulai berhitung angka-angka. Agar langkah-langkah kita menyelamatkan negara dari terkaman para cukong ini berhasil. Kita mesti mengambil langkah-langkah baru dan jitu.
Rasa-rasanya, jumlah partai politik di Indonesia ini seperti tubuh yang gemuk sekali. Karena obesitas yang mendera mereka, akhirnya mereka abai pada tugas-tugas pokoknnya. Mereka justru terpancing untuk terus memakan makanan hingga ludes. Mereka sangat rakus, dan kue kue pembangunan itu pun habis tak tersisa.
Hemat saya, kegemukan itu harus di cut off, jika tidak, partai politik itu akan mati kegemukan karena menderita diabetes politik yang akut. Dan, tentu ini sangat membahayakan negara.
Oleh karena itu, usaha memperkecil atau menyederhanakan partai politik adalah jalan yang penting dan mendesak. Jika kita pakai ilmu manajemen korporasi, maka kita wajib melakukan down sizing and energizing partai politik.
Downsizing adalah perubahan struktur organisasi yang dilakukan sebuah perusahaan dengan tidak mengurangi keefektifan produktifitas dari perusahaan itu sendiri untuk mengurangi jumlah tenaga kerja yang dianggap sudah tidak efektif atau bahkan jumlah unit operasi.
Pertanyaannya, apakah langkah Downsizing itu bisa dilakukan dalam dunia politik? Mengapa tidak? Justru sekaranglah saat yang tepat untuk menyederhanakan partai politik.
Mengapa sekarang saat yang tepat untuk berbenah? Karena partai politik kita hari ini tidak lagi memiliki ideologi yang jelas dalam berjuang. Pancasila sebagai ideologi bangsanya pun mereka langgar dengan entengnya.
Tindakan korupsi dan manipulasi berbagai praktik politik sesungguhnya telah menentang Pancasila. Menyatakan agama adalah musuh terbesar Pancasila itu tergolong tindakan menentang Pancasila juga. Pejabat hidup mewah di atas penderitaan rakyat juga bertentangan dengan Pancasila.
Pendek kata Pancasila sudah menjadi pajangan belaka dan tak pernah dilaksanakan secara nyata dan sungguh-sungguh kehidupan bernegara kita. Kita sebagai bangsa lantas menjadi bangsa pembohong dan penipu rakyatnya sendiri.
Jika Sukarno dan Hatta hidup kembali, dan melihat bangsanya hanya menjadi jongos asing, pastilah mereka akan menangis tersedu. Karena bangsa yang mereka perjuangkan hanya menjadi mangsa buaya darat yang rakus.
Dalam hal mengembalikan kembali hakikat partai politik, kita membutuhkan langkah kedua yaitu Energizing. Kita harus kembali pada batas dasar kita berbangsa. Niat pertama kita mendirikan negara Republik dan bukan negara kardus berisi para komplotan atau bandit-bandit penghisap.
Energizing juga diperlukan dalam rangka menyegarkan kita kembali menjangkau makna sebagai bangsa merdeka dan berdaulat. Apakah Anda sudah merasa merdeka hidup di negara merdeka?
*) Direktur Eksekutif Indonesia Developmen Research/IDR, dan Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Pamulang)
Advertisement