Dosen Unej Terdakwa Pencabulan Anak Minta Diputus Bebas
Oknum Dosen Universitas Jember berinisial RH, terdakwa kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur mengajukan pembelaan atau pledoi, Selasa, 2 November 2021. Dalam nota pembelaan yang dibacakan kuasa hukum RH dalam persidangan yang digelar secara daring, meminta agar terdakwa diputus bebas.
“Setelah kita konstruksi dari sekian saksi yang ada, hanya saksi yang sifatnya testimonium de auditu, yakni tidak melihat secara langsung dan menengar sendiri kejadian dugaan pencabulan yang dilakukan RH, sesuai yang diamanatkan KUHAP, sehingga kami meminta terdakwa diputus bebas,” kata kuasa hukum terdakwa, Freddy Andreas Caesar, Selasa, 2 November 2021 sore.
Menurut Andreas, nota pembelaan diajukan dengan mengacu kepada beberapa alat bukti. Namun Andreas tidak bisa mengekspos terlalu banyak soal itu, sebagai bentuk penghormatan terhadap korban yang statusnya sebagai anak di bawah umur. Ditambah persidangan kasus tersebut digelar tertutup.
“Intinya kita meminta terdakwa diputus bebas. Untuk kesempatan berikutnya, jaksa akan melakukan replik pada tanggal 4 November 2021 mendatang,” tambah Andreas.
Andreas juga berharap masyarakat juga turut menghormati proses hukum yang menyangkut anak di bawah umur sebagai korban. Jangan sampai hanya karena ada persoalan pribadi dengan terdakwa kemudian membawa persoalan ini ke dalam kelompok wadah atau organisasi.
“Kami berharap jangan ada tendensi pribadi. Jika ada masalah pribadi dengan RH agar jangan dibawa ke forum publik. Itu akan menimbulkan opini publik yang seolah-olah ini kesalahan berat dan warga langsung menghakimi terdakwa. Padahal yang berhak menghakimi adalah hakim,” jelas Andreas.
Selain itu, Andreas berharap pemberitaan mengenai RH disampaikan secara santun dan bisa dipertanggungjawabkan secara fakta yang sebenarnya terjadi. Andreas juga berharap aktivis yang mengawal proses hukum RH ini tidak tendensius dengan menggiring opini seolah-olah RH bersalah sebelum ada putusan bersalah.
Kendati demikian Andreas tidak melarang aktivis mengawal proses penegakan hukum selama tidak menabrak norma yang ada. Sebab mendorong penegakan hukum tidak harus menabrak aturan yang ada.
“Kita menganut asas praduga tak bersalah. Hukum memang harus ditegakkan, namun bukan berarti harus menabrak semua aturan yang ada. Harus ada penghormatan kepada hak asasi manusia. Bagaimana keluarga dari RH adalah bagian dari masyarakat yang secara pribadi juga harus dilindungi," pungkas Andreas.
Sementara EH, selaku istri dari terdakwa RH membantah menghalang-halangi pihak korban melapor ke penegak hukum seperti yang muncul dalam pemberitaan selama ini. Saat itu keluarga RH hanya berupaya agar membicarakan persoalan ini secara kekeluargaan dan tidak langsung membawa persoalan ke ranah hukum.
“Kami bukan maksud melakukan mediasi, tetapi ingin mengetahui akar persoalannya sebelum dilaporkan ke polisi. Bagaimanapun korban masih keponakan saya,” kata EH.
EH menilai pemberitaan tentang suaminya tidak berimbang dan menyudutkan RH. EH mengaku belum ada wartawan sejauh ini yang meminta klarifikasi kepada dirinya selaku istri terdakwa. Bahkan EH merasa tersakiti dengan penggunaan diksi di salah satu media yang menyebut RH sebagai predator dan pemangsa.
“Pemberitaan itu benar-benar membuat kami tersiksa. Diksi-diksi itu sangat tidak berdasar. Apa buktinya kalau suami saya adalah seorang predator. Kalau boleh, saya sebagai istri RH menilai bahwa suami saya sudah divonis bersalah oleh publik, padahal proses hukumnya sampai saat ini masih berlangsung," pungkas EH.
Advertisement