Polisi Dinilai Berlebihan Hadapi Mahasiswa Papua, Ini Alasannya
Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Iqbal Feliciano, mengatakan, cara yang dilakukan Kepolisian Resort Kota Besar (Polrestabes) Surabaya, saat mengamankan aksi kerusuhan di Asrama Mahasiswa Papua beberapa hari lalu dinilai berlebihan.
Menurutnya, apabila mengacu pada Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009, Kepolisian ada beberapa tahapan yang harus melakukan dijalankan sebelum penangkapan paksa dan menggunakan gas air mata dalam mengamankan situasi.
“Proses penangkapan mahasiswa Papua tidak sesuai dengan Perkap 1/2009,” ujar Iqbal saat diskusi terbuka di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Senin 26 Agustus 2019.
Ia mengatakan, apabila mengacu aturan tersebut, polisi masih memiliki empat tahapan sebelum menembakan gas air mata kepada mahasiswa Papua. Empat tahap tersebut adalah, 1. Menggunakan kekuatan yang memiliki dampak deterrent/pencegahan, 2. Melakukan perintah lisan dari pimpinan, 3. Menggunakan kekuatan kendali tangan kosong lunak, dan 4. Menggunakan kekuatan kendali tangan kosong keras.
“Poin nomor kan 5 baru menggunakan gas air mata. Gas air mata itu pilihan terakhir sebelum penggunaan senjata api untuk membubarkan massa. Jadi tak bisa langsung begitu,” ujar Iqbal.
Iqbal mengatakan, seharusnya pihak Kepolisian melihat terlebih dahulu, konteks kasusnya kemarin saat di Asrama Mahasiswa Papua, Kalasan.
Apakah konteks kasusnya tertangkap tangan atau bagaimana. Kalau memang Kepolisian mendapati secara nyata tindakan yang melanggar undang-undang, polisi tidak perlu melakukan proses penyelidikan dan lainya. Bisa langsung penyidikan secara langsung dan penangkapan secara serta merta.
“Kalau kemarin kan bukan kasus yang tertangkap tangan melakukan. Kepolisian tidak tahu adanya proses pematahan tiang bendera kan. Mereka cuma tahu tiba-tiba ada bendera di selokan depan Asrama. Jadi saya rasa tidak tepat apabila tindakan polisi kemarin, seperti menangani kasus yang tertangkap tangan,” kata Iqbal.
Ia mengatakan, seharusnya dalam kasus kemarin, polisi harus melakukan upaya penyelidikan, baru penyidikan, dan upaya-upaya selanjutnya sesuai aturan yang berlaku.
Sehingga, menurutnya, jika dilihat dari kasus di Asrama Mahasiswa Papua kemarin, tidak salah jika banyak pegiat HAM dan hukum yang melihat bahwa proses Kepolisian melakukan penangkapan adalah berlebihan.
“Tidak salah jika kita dan teman-teman LBH Surabaya bilang bahwa itu proses penangkapan yang berlebihan. Karena tidak seharusnya penggunaan kekuatan kekerasan digunakan untuk penangkapan atau penegakan hukum di kasus kemarin,” pungkasnya.
Advertisement