Dongeng Tentang Tahura yang Tilas Kerajaan Majapahit
Hutan dibabat diganti tanaman kelapa sawit. Hari-hari ini menjadi buah bibir lagi. Menjadi isu panas lagi. Saking cetarnya isu lama dan selalu mampu menjadi isu terkini itu, produk kelapa sawit Indonesia diblokade Eropa. Konon kebijakan taktis pun diambil, minyak kelapa sawit harus bisa dicampur dengan solar agar tetap mampu jadi BBM untuk kendaraan yang bermesin diesel.
_________________
Seperti apa jadinya? Entahlah! Yang jelas bab dalam tulisan ini tak bicarakan itu. Tak bicarakan sawit, tak bicarakan isu blokade produk sawit Indonesia oleh dunia, dll. Tapi bicarakan soal hutan. Bukan juga hutan yang dibabat kemudian diganti dengan sawit. Melainkan potensi hutan Jawa Timur yang semestinya bisa jadi cadangan karbon dunia.
Dirintis tahun 1992. Ditetapkan oleh keputusan Presiden. Penetapan itu masih diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1128/Kpts-II/1992. Lengkap sudah. Apa itu? Tak lain adalah Tahura. Apa itu Tahura? Adalah Akronim dari Taman Hutan Raya. Sedangkan namanya adalah: R. Soerjo. Dia sejatinya hutan lindung. Sekaligus konservasi keanekaragaman hayati, flora maupun fauna di Jawa Timur. Sebuah potensi besar yang harus diketahui banyak orang.
Tahura
Anda orang Jawa Timur? Bukan? Rapopo kalau bukan. Juga ra masalah meskipun bukan wong Jawa Timur tetapi tinggal di wilayah ini. Tapi, bagi yang asli Jawa Timur, pasti tahu dong Tahura R. Soerjo. Atau, minimal pernah mendengar ini. Mungkin di pelajaran IPA. Boleh jadi juga IPS. Jadi, kalau tidak kenal sama babar blas Tahura R. Soerjo, ah kebangetan sekali sampeyan ini.
Mari flash back sedikit. Tahura R. Soerjo letaknya persis di tengah-tengah Provinsi Jawa Timur. Membentang dari kabupaten Malang, Pasuruan, Mojokerto dan Jombang. Begitu luasnya. Ada juga gunung-gunungnya.
Setidaknya terdapat lima gunung di sana: Gunung Anjasmoro, Gunung Gede, Gunung Biru, Gunung Limas dan Gunung Arjuno. Memasuki wilayah ini bisa melalui perjalanan darat. Namun, beberapa jalurnya bisa dibilang dramatis. Tahura bisa ditempuh dari Kota Malang ke arah Batu, hingga Cangar. Berjarak 38 km. Jalur lain, dari Mojokerto melalui Pacet ke Cangar berjarak 30 km. Jalur lebih pendek sedikit, namun cukup bertantangan.
Bisa juga melalui Pandaan ke Tulungnongko. Berjarak 22 km saja. Atau, jika ingin mampir-mampir, mengunjungi beberapa lokasi wisata spiritual di Tahura, memasuki wilayah ini dapat ditempuh dari Pandaan-Purwosari-Tambakwatu yang berjarak 16 km. Dilanjutkan berjalan kaki sepanjang 22 km ke Pertapaan Abiyoso.
Selain jalur tersebut, kawasan ini dapat ditempuh melalui Surabaya-Pandaan-Prigen dan Tretes dengan jarak 74 km. Sedangkan melalui Mojokerto-Pacet-Trawas-Prigen-Tretes berjarak 47 km.
Terserah, Anda mau pilih jalur mana. Mana suka! Itu pun kalau Anda memiliki minat dan tertarik dengan segala macam isi perut Tahura R. Soerjo.
Tahura, sesungguhnya, berarti penting untuk Jawa Timur. Bahkan harus menjadi penting. Betapa tidak, bentangan Taman Hutan Raya R. Soerjo yang begitu luas ini sejatinya menyimpan cadangan karbon yang luar biasa.
Potensi besar milik Jawa Timur ini bahkan mampu menyokong target penurunan emisi karbon dunia. Kepemilikan dan pengelolaan hutan lestari di Taman Hutan Raya R. Soerjo yang membentang di empat kabupaten yaitu Malang, Pasuruan, Mojokerto dan Jombang bisa menjadi alternatif tambahan insentif di sektor jasa lingkungan.
Fenomena perubahan iklim akibat pemanasan global tidak hanya merupakan ancaman bagi kondisi lingkungan hidup, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, bahkan keamanan suatu negara. Dalam lingkup lokal, ancaman dan dampak perubahan iklim berpotensi menimbulkan gangguan ekonomi secara mikro. Gangguan akan menjadi makro jika ancaman ini terlambat diantisipasi.
Iklim berubah dengan cepat. Malahan beberapa tahun belakangan matahari tak banyak nampak. Tak sedikit yang kelimpungan, dan yang paling terpukul adalah masyarakat petani. Orang menyebutnya, dunia sedang dalam iklim yang ekstrem. Tak hanya di negeri sendiri, di belahan dunia lain juga mengalami hal serupa. Menjadi ancaman besar bagi kehidupan masyarakat.
Dampaknya pun sudah dirasakan. Maka kebutuhan mengurangi kerentanan dan beradaptasi terhadap dampak berbahaya dari perubahan iklim menjadi hal yang mendesak. Sebagai negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang panjang dan banyak di dunia, Indonesia memang termasuk Negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim itu. Namun, upaya adaptasi perubahan iklim relatif kurang dipahami.
Untuk memastikan cadangan karbon di kawasan Tahura, pengukuran dan pembuatan plot permanen bisa dilakukan di jalur Cangar-Pacet, di Desa Pacet, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto. Plot pewakil tutupan lahan hutan alam campur dipisahkan menurut kerapatan populasinya (rapat dan jarang) terdapat di Lemahbang Desa Pacet, Kecamatan Pacet. Sebagai dasar pertimbangan dalam pemisahan jenis tutupan lahan adalah berdasarkan kerapatan dan jenis vegetasi sehingga terdapat perbedaan dalam lapisan kanopinya, populasi tanaman perdu dan semak serta banyaknya cahaya yang dapat masuk ke lantai hutan.
Hutan alam campur dengan tingkat kerapatan jarang terletak di Watu Lumpang, Desa Pacet, Kecamatan Pacet. Hutan alam dominan kukrup terdepat di Coban Taiyeng dan Coban Oro Ondo, Desa Pacet, Kecamatan Pacet. Sedangkan hutan alam dominan pohon tutup (Mallotus sp.) di Bumi Perkemahan Desa Celaket, Kecamatan Pacet. Kawasan ini sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dan masih alami sampai dengan sekarang. Menurut sebuah sumber, Tahura, ini dulunya merupakan tilas kerajaan Majapahit. Salah sedikit buktinya adalah di sekitar plot permanen hutan alam campur kategori jarang, ditemukan watu lumpang yang digunakan untuk menumbuk padi pada zaman itu.
Hutan lainnya adalah hutan yang didominasi oleh cemara gunung (Casuarina) merupakan hutan pionir yang terbentuk setelah pengrusakan hutan primer akibat kebakaran atau kegiatan vulkanik. Kebanyakan hutan cemara gunung yang ada terletak di puncak bukit terjal. Pengukuran plot hutan alam cemara gunung dilakukan di Guo Pitik, Desa Pacet, Kecamatan Pacet dan daerah lereng Gunung Welirang dengan elevasi sekitar 1500 m dpl.
Kawasan Tahura ada beberapa lapisan tutupan kanopi. Pohon-pohon pada lapisan pertama (kanopi) adalah putihan (Acer laurinum), kukrup (Engelhardia spicata), sembung (Vernonia arborea) dan manting (Eugenia polyantha). Pohon-pohon pada lapisan kedua didominasi oleh pohon dari genus Litsea (pohon nyampo, adem ati, dan gempur), Saurauia, dan Breynia (pohon berasan). Sedangkan lapisan dasar didominasi oleh pohon kemado (Pisonia umbellifera) dan pohon dari genus Urticaceae. Beberapa spesies tumbuhan bawah yang dijumpai adalah Piper spp, Tetrastigma sp, Cyperus sp, Olygonum sp, dan Opjiopogon sp.
Kerapatan populasi pohon tertinggi dengan kerapatan rendah yaitu 1240 pohon/ha, diikuti oleh hutan alam klas‘rapat 1171 pohon/ha, hutan alam dominan tutup 950 pohon/ha. Kerapatan populasi terendah terdapat pada hutan alam cemara gunung dan dominan kukrup sebesar 668 pohon/ha dan 552 pohon/ha. Hutan alam dominan tutup merupakan plot yang mewakili kondisi hutan yang telah terganggu dan dalam kondisi terbuka. Hutan alam campur klas ‘jarang’ memiliki jumlah spesies tertinggi (23 spesies) dibandingkan dengan tutupan lahan yang lain.
Tingkat kerapatan hutan bisa pula diukur dari besarnya basal area pohon. Basal area merupakan luasan tanah yang tertutup oleh luasan batang pohon. Basal area tertinggi terdapat pada hutan alam campur klas rapat dan hutan alam dominan kukrup. Basal area pada tutupan lahan hutan alam campur klas jarang, hutan alam cemara gunung, dan hutan alam dominan tutup berturut-turut adalah 26.21 m2 ha-1, 21.63 m2 ha-1, dan 17.48 m2 ha-1. Basal area pada hutan alam campur klas rapat memiliki nilai yang paling tinggi sedangkan kerapatan populasinya hanya 1171 pohon/ha, ini karena pohon pada plot tersebut didominasi oleh pohon yang memiliki diameter pohon antara 60 – 150 cm.
Besarnya biomasa pohon berbanding lurus dengan besarnya ukuran diameter poho. Pohon berukuran kecil terbanyak ditemukan pada hutan campur klas jarang. Sedang populasi pohon besar terbanyak ditemukan di hutan campur klas rapat. Pada hutan alami yang didominasi pohon tutup, tidak dijumpai pohon berukuran besar, tetapi cukup banyak pohon berukuran kecil. Sedang di hutan kukrup masih dijumpai banyak pohon berukuran besar dengan proporsi yang lebih banyak dari pada pohon kecil.
Persentase rata-rata kontribusi pohon besar terhadap cadangan karbon per lahan adalah sekitar 82%, kecuali pada hutan yang didominasi pohon tutup 100% karbon hanya berasal dari pohon ukuran kecil. Dengan demikian kehilangan sejumlah pohon besar baik karena mati secara alami maupun pemanenan akan menyebabkan kehilangan karbon dalam jumlah yang sangat besar.
Berat jenis kayu secara tidak langsung menunjukkan kecepatan pertumbuhan pohon. Semakin besar kerapatan kayu, biasanya pohon tersebut memiliki pertumbuhan yang lebih lambat. Semakin cepat pertumbuhan pohon maka semakin banyak karbon yang terserap dari udara. Berat jenis kayu dapat diperoleh dari data koleksi berat jenis kayu ICRAF dan data berat jenis dari Departemen Kehutanan.
Kayu berat paling banyak dijumpai pada pohon-pohon di hutan alam campur rapat dan masih dapat dijumpai pada hutan alam dominan kukrup, dan hutan alam campur jarang. Hutan alam seluruh kawasan Tahura didominasi pohon-pohon berkayu ringan sampai sedang. Sedangkan hutan alam dominan tutup hanya didominasi oleh pohon-pohon berkayu sedang dan ringan. Berat jenis kayu tertinggi terdapat di hutan alam campur klas rapat pada pohon kesek (Dodonaea viscose). Sedang berat jenis kayu terendah terdapat hampir di semua jenis hutan alam Tahura R.Soerjo yaitu pada pohon kemado (Laphortea stimulans).
Cadangan Karbon
Cadangan karbon tersimpan per komponen diestimasi dengan mengalikan berat kering dengan konsentrasi karbon dalam bahan organik. Cadangan karbon di atas permukaan tanah tertinggi sampai terendah berturut-turut terdapat pada hutan alam campur rapat (266 Mg ha-1), hutan alam campur jarang (119 Mg ha-1), hutan alam dominan kukrup (115 Mg ha-1), hutan alam cemara gunung (92 Mg ha-1), dan hutan alam dominan tutup (53 Mg ha-1).
Cadangan karbon di atas permukaan tanah tersusun dari biomasa pohon, nekromasa, tumbuhan bawah, dan seresah. Biomasa pohon memberikan kontribusi yang besar sekitar 83% terhadap total cadangan karbon di atas permukaan tanah. Total kontribusi nekromasa, tumbuhan bawah (understorey), dan seresah adalah sekitar 17% dari total karbon di atas permukaan tanah. Nekromasa (kayu mati) dan tumbuhan bawah mengkontribusi karbon rata-rata sekitar 1%. Sedangkan seresah mengkontribusi karbon rata-rata sekitar 15%.
Penurunan kandungan BOT akan menyebabkan penurunan cadangan karbon dalam tanah. Cadangan karbon dalam tanah tertinggi terdapat pada hutan alam campur rapat sebesar 165 Mg ha-1, hutan alam dominan kukrup sebesar 133 Mg ha-1, dan hutan alam campur jarang sebesar 122 Mg ha-1. Sedangkan cadangan karbon dalam tanah pada hutan alam cemara gunung dan hutan alam dominan tutup sekitar 100 Mg ha-1.
Biomasa akar diperoleh dengan menggunakan nilai terpasang (default value) nisbah tajuk : akar yaitu 4 : 1. Biomasa akar memberikan kontribusi sekitar 21% terhadap total cadangan karbon di dalam tanah sedangkan kontribusi tanah (kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm, dan 20-30 cm) sekitar 79% dari total karbon didalam permukaan tanah. Cadangan karbon dalam tanah kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm, dan 20-30 cm mengkontribusi sekitar 35%, 28%, dan 16%. Semakin dalam kedalaman tanah maka semakin berkurang cadangan karbonnya. Hal ini disebabkan oleh penurunan kandungan BOT dengan bertambahnya kedalaman tanah.
Kontribusi bagian atas permukaan tanah (biomas dan nekromas) terhadap total cadangan karbon rata-rata per lahan sekitar 44%, sedangkan kontribusi bagian dalam tanah sekitar 56%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi tanah di kawasan Tahura R. Soerjo memiliki kesuburan tanah yang baik yang ditunjukkan dengan kandungan bahan organik tanah (BOT) yang tinggi dengan total karbon rata-rata 9.6% pada lapisan tanah 0-10cm, 7.6% pada 10-20 cm, dan 4.8% pada kedalaman 20-30 cm.
Tingkat kerapatan populasi yang tinggi diikuti oleh total cadangan karbon yang tinggi pula, total cadangan karbon tertinggi terdapat pada tutupan lahan hutan alam campur klas rapat sebesar 389 Mg ha-1, diikuti oleh hutan alam dominan kukrup dan hutan alam cemara gunung sebesar 247 Mg ha-1 dan 231 Mg ha-1. Sedang pada tutupan lahan hutan alam campur klas jarang dan hutan alam dominan tutup berturut-turut sebesar 229 Mg ha-1, dan 159 Mg ha-1. Degradasi hutan alam di kawasan Tahura R. Soerjo telah terjadi, sehingga menyebabkan kehilangan karbon rata-rata sekitar 122 Mg ha-1 atau telah terjadi emisi sebesar 449 Mg CO2 ha-1.
Ini diperkuat pula dengan ditemukannya pohon-pohon yang mendominasi komposisi hutan sekunder, seperti pohon dari suku Euphorbiaceae, Moraceae, dan Urticaceae. Bila kondisi hutan sudah sangat terdegradasi seperti yang terdapat pada hutan ‘tutup’ maka kehilangan C menjadi lebih besar 177 Mg ha-1 atau telah terjadi emisi sebesar 649 Mg CO2 ha-1. idi/berbagaisumber.
Advertisement