Donald Trump Berisik, Gak Ada Reuni?
Rencana gila Mr Donald Trump untuk memindahkan kedutaan besar Amerika ke kota Yerusalem sangat merusak peradaban dunia internasional yang telah dibangun puluhan tahun. Dibangun berdasarkan kehendak hidup bersama dalam damai dan persamaan hak yang berkeadilan. Menghargai kedaulatan masing-masing negara-bangsa, merupakan code of conduct yang sangat dan wajib dijunjung tinggi oleh komunitas bangsa-bangsa yang beradab.
Kebijakan Trump yang akan memindahkan Kedubes AS ke kota suci Yerusalem, yang secara politis melegitimasi Yerusalem sebagai ibu kotanya negara kaum Zionis Israel, wajar bila kemudian dikecam keras oleh dunia Internasional. Perancis dan Indonesia tercatat sebagai negara yang sangat tegas mengutuk kebijakan politik Trump yang sangat provokatif dan merusak tata kehidupan dunia internasional.
Membahas masalah kebijakan Trump yang kontroversial dan provokatif dalam perspektif politik Internasional memang sangat menarik. Akan tetapi tidak kalah menarik menyoroti kegilaan Trump ini melalui jendela politik nasional. Terutama ketika reaksi terhadap kegilaan Trump ini tidak terlalu membuat heboh dan menggemparkan bagi jutaan umat anti Zionis di Indonesia. Tak seheboh dan menggemparkan pada saat melakukan demo besar-besaran menyuarakan…’Go to Hell Ahok!!!’.
Beda reaksi ini tentunya menjadi catatan yang menyimpan pertanyaan tersendiri. Bukankah ini saat yang seharusnya dilakukan oleh para tokoh sekaliber Amien Rais untuk mengajak massa kembali berkumpul menentang Mr. Trump, boneka kaum Zionis?! Amien yang mengklaim diri sebagai Bapak Reformasi dan pernah berbicara di depan ratusan ribu massa penentang Soeharto, setidaknya bisa mengajak kembali umat ber-reuni dengan jumlah yang sama atau mendekati jumlah seperti pada saat berkumpul memperingati hari-hari melawan Ahok di Jakarta. Kalau Amien dan tokoh Islam lain tidak melakukan itu, sama saja dengan menganggap Ahok lebih besar ketimbang Palestina.
Tidakkah sangat penting juga untuk menyuarakan sikap politik mengutuk kebijakan Trump yang sama sekali tidak peduli akan tuntutan kaum muslim Indonesia agar bangsa Palestina diakui kedaulatan dan hak-haknya sebagai bangsa yang merdeka dan beradab? Tidakkah penting menunjukan sikap yang konsisten masih mendukung perjuangan bangsa Pelestina dari kesewenang-wenangan bangsa Zionis? Atau, masalah ini dianggap tak terlalu penting karena Yerusalem bukan ibu kota negara kita?! Berbeda dengan masalah Ahok dan Jakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia ??? Begitu kah?
Kalo toh enggan mengumpulkan jutaan massa karena terbentur masalah biaya, berilah pernyataan dukungan terbuka dan tepuk tangan gemuruh buat Pak Jokowi yang dengan sikap tegas menentang dan mengutuk kebijakan politik Trump. Karena tidak sedikit decak kagum dan bangga yang datang dari massa rakyat kecil di berbagai sudut surau kampung se-Jabotabek dan sekitarnya.
Bisa jadi komunitas para pemimpin umat diam karena terperangah dengan tindakan Jokowi yang seakan from zero to hero mengutuk rencana Trump, sehingga gerak geram dan protesnya nyaris tak terdengar dan muncul membahana mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mendukung pidato Presiden Jokowi sebagai sikap resmi rakyat Indonesia! Padahal akan pas sekali bila hari Jumat yang biasa dilakukan untuk mengumpulkan massa mendemo Ahok, digunakan untuk tujuan mendukung perjuangan mulia menentang Zionisme yang terlembaga dalam politik Presiden Amerika saat ini, Mr Donald Trump!
Saatnya mengajak massa rakyat untuk lebih pandai memilih dan memisahkan; mana yang simbolik dan atributal, dan mana yang substantif.
Sengaja saya tidak menggunakan istilah mana Islam politik dan mana Islam substantif, untuk menghindari perdebatan yang tidak perlu!
*Erros Djarot adalah budayawan, seniman, politisi dan jurnalis senior - Tulisan ini dikutip sepenuhnya dari laman Watyutink.com