Dolly Bergolak, Seret Pemkot ke Jalur Hukum
Eks lokalisasi Dolly Surabaya bergolak. Puluhan massa dari warga sekitar Dolly menggelar aksi di depan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin 23 Juli 2018.
Mereka membentangkan spanduk putih bertuliskan "Stop Intimidasi dan Diskriminasi serta Kembalikan Hak Sumber Perekonomian Warga Jarak Dolly. "
Sebagian massa menggunakan masker bertulis "Bisu". Tampak juga para wanita membawa anaknya dalam aksi sekitar satu jam ini.
Aksi yang dilakukan massa dari Front Pekerja Lokalisasi (FPL) dan Komunitas Pemuda Independen (Kopi) menuntut Pemkot Surabaya yang dinilai ingkar janji pasca penutupan lokalisasi Dolly karena tak pernah memperhatikan kesejahteraan warga.
Juru bicara FPL dan Kopi, Saputro mengatakan, selama 3,5 tahun pasca penutupan lokalisasi Dolly, Pemkot Surabaya tidak menepati janji untuk mensejahterakan warga, meski membangun pabrik sepatu dan usaha batik.
“Omong kosong dengan janji kesejahteraan. Terima kasih sudah menutup lokalisasi, " teriaknya dalam orasi.
Ditambahkan Saputro, setelah usaha berdiri, hampir tak ada pengaruh kesejahteraan yang dinikmati sebagian warga Jarak-Dolly. Selain itu, warga Jarak juga tak mendapat ganti rugi. Bahkan warga mendapatkan intimidasi dari berbagai oknum.
"Intimidasi sudah sering di terima warga dalam berbagai bentuk, " tandasnya.
Ironisnya lagi masih banyak prostitusi terselubung di Surabaya, berkedok cafe dan warung, namun dibiarkan Pemkot Surabaya, “Kami sudah mendapat intimidasi dan diskriminasi,” tegasnya.
Aksi demo ini, lanjut Saputro, sekaligus membuka proses gugatan class action terhadap Pemkot Surabaya, yang dilakukan 150 warga Jarak-Dolly.
Gugatan ini diwujudkan dalam proses gugatan perdata, menuntut ganti rugi pada Pemkot Surabaya sebesar Rp2,7 Miliar selama 3,5 tahun pasca penutupan lokalisasi. (tom/amr)