Doktor ITS Inovasi Deteksi Feroresonansi Sistem Tenaga Listrik
Pada jaringan sistem tenaga listrik, transformator (trafo) menjadi sebuah komponen krusial. Namun di sisi lain, ada berbagai potensi gangguan yang menyebabkan kerusakan pada trafo.
Masalah tersebut menjadi perhatian khusus I Gusti Ngurah Satriyadi Hernanda, mahasiswa program doktoral Departemen Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dalam bahasan disertasinya.
Pria yang akrab disapa Didit tersebut lulus sebagai doktor setelah mempertahankan disertasinya berjudul Identifikasi Feroresonansi pada Sistem Tenaga Listrik Berbasis Transformasi Wavelet. Sidang Terbuka Promosi Doktor digelar di Ruang Sidang Teknik Elektro ITS.
Dalam disertasinya, Didit menjelaskan bahwa dalam jaringan sistem tenaga listrik, trafo sendiri berguna untuk mengurangi kerugian listrik dengan cara menaikkan tegangan.
“Oleh karena perannya yang vital, trafo harus terus dijaga kestabilannya dari berbagai jenis gangguan,” Didit mengingatkan.
Fokus penelitian yang ditekuni oleh dosen Departemen Teknik Elektro ITS ini mengacu pada salah satu gangguan trafo yang sulit diprediksi keberadaannya, yaitu feroresonansi.
Feroresonansi sendiri dicirikan dengan adanya overvoltage dan ketidaksesuaian bentuk gelombang yang memiliki empat jenis berbeda.
Lelaki asal Singaraja, Bali tersebut menambahkan bahwa klasifikasi empat jenis ditentukan berdasarkan kondisi stabil. Hal ini dikarenakan pada kondisi transien, sulit untuk membedakan sinyal transien lainnya dengan sinyal feroresonansi.
Didit juga menjelaskan bahwa pada mode chaotic, karakteristik magnitude tegangan berubah-ubah. Sehingga, gelombang yang dihasilkan berbentuk nonperiodik.
“Hal tersebut menjadikan feroresonansi mode chaotic tidak dapat diinterupsi pada frekuensi berapapun dan sulit untuk diprediksi keberadaannya,” ungkap bapak dua anak tersebut.
Menurut Didit, penelitian ini tidak memungkinkan untuk dilakukan langsung di lapangan, mengingat risiko tinggi yang dapat ditimbulkan. Sehingga, pengujian feroresonansi dalam studi ini berbasis skala laboratorium.
“Untuk itu, dibuat model rangkaian dasar feroresonansi terdiri dari sumber tegangan, kapasitor dan transformator yang terhubung secara seri,” jelasnya.
Mengenai pengujian perangkat model di atas, tidak dapat diuji pada sistem tenaga listrik yang menggunakan tegangan tinggi. Hal ini mendasar pada bahaya yang dapat ditimbulkan, sehingga dikonversikan ke tegangan rendah.
Lanjutnya, Dalam eksperimen ini digunakan trafo rendah satu fasa, komponen kapasitor seri dan shunt, serta switching sebagai komponen pemicu.
Kedepannya, sebagai tindak lanjut, mahasiswa bimbingan Prof Dr Ir Adi Soeprijanto MT dan Dr Eng I Made Yulistya Negara ST MSc ini berharap studi penelitiannya tersebut akan berlanjut pada mitigasi feroresonansi.
“Nantinya, akan berujung pada pengobatan dan pencegahan untuk meminimalisir terjadinya feroresonansi,” pungkas Didit.