Dokter Wardi, Tokoh Gerakan Pembela saat Suka dan Duka
Baru tadi malam Dokter Wardi Azhari mengirim pesan ke group kawan-kawannya. Ia mengabarkan kalau dirinya kena serangan Covid-19 kedua meski telah vaksin dua kali.
"Ini serangan Covid kedua kalinya. Pertama saat belum vaksin 6 bulan lalu. Yang kedua ini setelah vaksin lengkap dua bulan yang lalu. (Mungkin niru Ibu Gubernur Jawa Timur)," tulis dr Wardi.
Ia pun menceritakan saturasi oksigennya yang rendah tanpa disertai tanda sesak. Dikemukakan, saturasinya semula 92. Lalu naik lagi menjadi 94. Dibawah standar normal 95. "Kuatir kalau varian delta. Makane aku njaluk ngapuro nang konco-konco. Prosese cepat," katanya. Pesan di group Whatsapp itu dikirim jam 20,17 WIB, Sabtu, 3 Juli 2021.
Setelah berjuang selama 14 jam, kabar duka itu akhirnya datang. Dokter Wardi, pengurus KONI Jatim yang juga dikenal sebagai tokoh gerakan ini harus menyerah dengan Covid-19 yang menyerangnya.
Ia menghembuskan nafas terakhir pukul 10.30, Minggu, 4 Juli 2021, di RS Khusus Infektus (RSKI) Universitas Airlangga, Surabaya. Istrinya kini juga sedang berjuang melawan virus yang jadi pendemi ini di RS yang sama.
Saya bertemu terakhir dengan dokter berbadan gemuk itu, beberapa bulan lalu. Sudah di masa pandemi. Saat melayat jenazah Yance Gunawan di tempat persemayaman Adiyasa Surabaya.
Tidak terlalu lama. Hanya saling menanyakan kesehatan. Kebetulan kami juga sama-sama berteman dengan Yance, pengusaha yang dikenal dekat dengan para tokoh gerakan di Surabaya. Yance meninggal karena jantung. Bukan Covid.
Ia sempat menyinggung sedikit kalau pernah terpapar Covid. Tapi sembuh. Saya pun hanya mengomentari kalau sudah kena Covid berarti bisa donor daran konvaselen. Malah bermanfaat untuk penderita Covid lainnya.
Saya sempat dekat dengan dokter Wardi saat sama-sama mengurus Persebaya. Ketika saya menjadi Ketua Umum sekaligus Ketua Cabang PSSI Surabaya tahun 2015-2017. Bahkan, ia bisa disebut sebagai pembela saya.
Saat saya diserang kepemimpinan saya oleh sejumlah klub anggota dan sebagian bonek, ia selalu mendampingi saya. Bisa disebut sebagai penasehat utama dalam menghadapi mereka.
Ia pun turun tangan saat saya harus menghadapi persoalan keuangan untuk membayar gaji karyawan. Ia menjembatani saya untuk mendapat bantuan pinjaman uang ke La Nyala Mataliti, Ketua Kadin Jatim yang kini jadi Ketua DPD RI.
Di tahun kedua saya menjadi Ketum Persebaya memang menghadapi tantangan berat. Setelah berhasil mengangkat Persebaya dari Devisi Satu ke Devisi Utama. Melalui perjuangan berat karena sebelumnya dapat sanksi tak boleh main 2 tahun oleh PSSI.
Tidak banyak yang satu barisan dengan saya. Yang menginginkan Persebaya lepas dari kepentingan politik. Menjadikan klub kebanggaan Kota Surabaya ini menjadi klub profesional dan menjadi industri.
Saat itu, saya sudah memikirkan menjadikan Persebaya berbadan hukum PT. Seperti yang terjadi hampir semua klub bola saat ini. Sebab, saat itu, sudah mulai dilarang penggunaan APBD untuk membiayai klub sepakbola.
Keinginan itu ternyata mendapat tentangan sejumlah klub anggota Persebaya. Mereka sampai mengajukan mosi tidak percaya dan ingin menggantikan posisi saya sebagai Ketum Persebaya.
Dalam situasi sulit tersebut, tak banyak teman yang satu barisan dengan saya. Malah ada sekelompok wartawan --yang dulu teman-teman saya-- ikut menyerang melalui opini publik. Dokter Wardi hanya sebagian kecil dari orang yang ikut membantu saya menghadapi berbagai tekanan dan serangan.
Sebelumnya, Persebaya sebetulnya mendapat jatah titik reklame yang bisa digunakan untuk mendukung pembiayaan klub. Namun, jatah itu tak diserahkan ke saya dan tetap dikuasi oleh pengurus sebelumnya. Situasi ini yang menjadikan klub ngos-ngosan.
Pertemanan dengan dokter Wardi tak berhenti saat saya tidak lagi menjadi Ketum Persebaya. Juga tetap berlangsung hangat ketika saya tak lagi menjadi Wakil Walikota Surabaya. Hanya volume bertemunya yang berkurang.
Dr Wardi, komitmen pertemananmu tak akan mungkin saya lupakan. Tidak banyak orang yang berteman dalam situasi apa saja. Yang tetap berkawan saat suka dan duka. Dr Wardi hanya dari sedikit orang yang punya jiwa demikian.
Pria yang ketika mahasiswa dikenal sebagai aktifis mahasiswa ini terus memilih dunia gerakan sebagai jalan hidupnya. Dokter yang memilih tidak praktik menangani pasien. Tapi lebih banyak bergerak di bawah tanah untuk perubahan.
Selamat jalan Dokter Wardi. Salam untuk Jalil Latuconsina yang belum lama juga meninggalkan kita semua. Tidak usah membuat gerakan di alam sana. (Arif Afandi)