Dokter Tirta, Relawan yang Jadi Korban Corona
Dokter Tirta Mandira Hudhi merupakan salah satu orang yang cukup vokal menyuarakan keprihatinan soal tenaga kesehatan. Pria yang juga menyandang gelar dokter dari UGM ini ikut menangani pandemi Covid-19, sejak pemerintah mengumumkan pasien pertama corona pada awal Maret 2020.
Dokter Tirta lebih dikenal jagat media sosial sebagai pengamat dan pebisnis sepatu sneakers. Saat virus corona merebak, nama Tirta dikenal publik karena kegiatan sosial. Dia menjadi bagian dari penggalangan donasi #NutrisiGardaTerdepan dan Bersatu Saling Bantu di media sosial.
Tirta tak lelah menyuarakan ketersediaan alat pelindung diri (APD) yang sangat minim dalam membantu penanganan pandemi ini hingga viral di media sosial.
Tirta terinspirasi dari kabar Prof. Iwan Dwiprahasto yang merupakan guru besar farmakologi di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) yang terinfeksi corona.
"Setelah tahu kabar itu, saya mati-matian, saya nggak mau lihat temen saya, tenaga medis down, saya berjuang. Beli masker sendiri, cari APD sendiri, dan akhirnya saya diundang BNPB," ungkapnya di Twitter @tirta_hudhi.
Aksi Tirta melawan Covid-19 tak berhenti di situ. Dia kemudian mengoordinasikan semua sumbangan influencer lalu membuat program untuk membantu mengurangi rate infeksi Covid-19 di Jakarta dan Indonesia.
Dia menegaskan bahwa di awal usahanya ini, semua berasal dari uangnya sendiri. Sampai akhirnya Kitabisa.com ikut membantu.
Tidak sampai di situ, relawan pun mulai membantunya termasuk Fatur ex-Presma UGM melakukan pemasangan 1.000 desinfektan chamber (bilik disinfektan) di Jakarta, membagikan APD bagi teman-teman tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, memberikan nutrisi bagi tenaga medis, memberikan edukasi PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) ke masyarakat, dan memastikan amannya social distancing.
"Saya bergerak 14 sampai 15 jam sehari, bahkan kadang 20 jam. Capek, tapi saya semangat. Ini sumpah saya. Dan tiba-tiba saya mendengar Prof Iwan meninggal, saya nangis saat sesi wawancara di salah satu radio. Saya down. Mood saya berantakan. Karena beliaulah (Prof Iwan), saya bisa seperti ini," tuturnya.
Setelah mendengar kabar itu, Tirta mendeklarasikan diri untuk melanjutkan ‘perjuangan’ Prof Iwan. Dia mengatakan akan membantu sebisanya. 100 atau 200 atau 300 rumah sakit. Mau sampai sakit, dia mengatakan tak peduli. Negara ini butuh bantuan.
Tirta mengatakan, jika angka infeksi tak bisa ditekan, Indonesia bisa krisis Covid-19 sampai Juni 2020. Ini bahaya, makanya satu-satunya cara, sambungnya, ya, menekan angka infeksi. Di sinilah peran relawan.
"Selama angka infeksi tinggi, saya nggak akan berhenti berjuang. Terima kasih pada pihak yang telah membantu seperti Kitabisa.com dan Dompet Dhuafa sampai titik darah penghabisan saya akan melawan virus ini," terangnya.
Kini, Tirta tengah bed rest di Rumah Sakit Kartika Pulomas, Jakarta Timur, per Sabtu 28 Maret 2020. Dia akan melakukan tes swab untuk memastikan apakah dirinya positif corona atau tidak, pada Minggu 29 Maret 2020.
Dalam cuitannya itu, Tirta menerangkan bahwa keputusannya itu diambil setelah dirinya mengalami kondisi kesehatan yang buruk. Dia mulai mengalami batuk dan gejala demam.
"Saya memutuskan bedrest total dan mengunci diri saya sendiri. Saya sudah mulai batuk, gejala demam, ini day 1 (hari pertama). Jika sampai day 3 (hari ketiga) saya nggak baik-baik saja, saya terpaksa harus ke rumah sakit," katanya.
Sebelum dirawat di rumah sakit, Tirta masih sempat mengirimkan alat pelindung diri (APD) ke RSUP Sardjito Jogjakarta dan RS Kramat 128. Sisanya akan dibantu JDN (Junior Doctor Network).
Tirta menjelaskan, walau dalam kondisi sakit, perjuangan tidak boleh berhenti. "Saya akan tetap update tiap hari dari semua media sosial saya mengenai pergerakan tim saya. Perjuangan nggak boleh berhenti," tegasnya.
Advertisement