Dokter Spesialis Minim, TNI Geber Kerja Sama dengan Unair
Panglima TNI, Jenderal TNI Andika Perkasa, melakukan penandatangan kerja sama dengan Universitas Airlangga (Unair) terkait program pendidikan dokter spesialis di Gedung Rektorat Unair, Surabaya, Jumat 4 Februari 2022.
Andika mengatakan, kerja sama ini muncul setelah mendengar masukan dari berbagai pihak dan secara langsung melihat kondisi nyata di lapangan. Bahwa, memang benar jika jumlah dokter spesialis yang ada di Indonesia masih jauh dari harapan.
Berdasar data yang ada di rumah sakit (RS) milik TNI misalnya, saat ini jumlah dokter spesialis yang dimiliki kurang dari aturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
"Kami punya 116 RS mau AD, AL dan AU di seluruh Indonesia mulai kelas A sampai D. Masalahnya, kalau dokter spesialisnya mengacu pada aturan menteri kesehatan nomor 30 tahun 2019 itu ada syarat minimal. Kelas D minimal lima dokter spesialis, sehingga syarat 116 RS TNI jatuhnya 939, sekarang kami hanya punya 422, atau sekitar 46% saja," ungkap Andika.
Problemnya, hal itu masih milik TNI, belum lagi RS secara umum yang di beberapa tempat ada beberapa yang tidak memiliki dokter spesialis tertentu.
Karena itu, mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu mengaku, problem ini sangat mendesak untuk segera dituntaskan dengan cara program pendidikan dokter spesialis secara hibrid berbasis universitas dan RS.
"Sangat (mendesak). Kami bukan hanya melayani prajurit TNI dan keluarga, tetapi juga masyarakat. Contoh, tahun lalu kami baru membenari RS di Merauke. Merauke ini kelas D tapi dokter umum cuma satu, tenaga medis keseluruhan cuma 13. Akhirnya, ditugaskan tambah lagi 25 tambahan dokter dan tenaga medis lain. Itu cara kita memenuhi ketersediaan tenaga medis dokter di RS kami. Tapi tetap saja dokter spesialis kurang," pungkasnya.
Untuk itu, Andika mengaku kerja sama dengan Unair menjadi sangat penting, mengingat fakultas kedokteran di Unair salah satu yang terbaik di Indonesia.
Rektor Unair, Prof Mohammad Nasih menyambut baik kerja sama tersebut. Ia pun sependapat bahwa kebutuhan dokter spesialis di Indonesia sangat kurang.
Berdasar catatan yang ada, jumlah dokter spesialis di Indonesia ini ada 41 ribu orang untuk menangani sekitar 200 juta penduduk Indonesia. Sehingga terjadi disparitas yang sangat tinggi ketika satu dokter spesialis harus menangani sekitar 6 ribu pasien.
"Dari sekian provinsi, ada 41 persen yang jumlah dokter spesialisnya cukup, yang tertinggi Jakarta. Tetap di antara yang berlebih kita melihat masih ada disparitas, misal antar kabupaten/kota di jatim. Paling banyak ngumpulnya di Surabaya, sehingga banyak pasien luar datang ke Surabaya," ujar Nasih.
Sedangkan daerah-daerah terpencil seperti Pacitan, Ponorogo dan beberapa lainnya jumlah dokter spesialis masih sangat minim.
"Ini jangka pendek yang harus kita laksanakan untuk mengatasi masalah dokter spesialis," kata dia.
Menurutnya, kerja sama dengan TNI ini menjadi penting, mengingat jumlah SDM yang cukup banyak dan siap ditempatkan di mana pun. Pasalnya, saat ini banyak dokter spesialis yang enggan untuk ditempatkan di daerah terpencil yang membuat jumlah dokter spesialis di daerah sangat minim.
Advertisement