Doa Pembunuh-Mutilasi Yogya buat Wiwit
Oleh: Djono W. Oesman
Mutilasi di Kaliurang, Yogyakarta, aneh. Tersangka Heru Prastiyo, 23 tahun, niat mencacah tubuh korban jadi ratusan keping, supaya bisa dibuang ke WC. Tapi ia berkutat lima setengah jam, cuma bisa 65 potong. Maka, ia tinggal kabur.
—----------
Itu diungkap Direskrimum Polda DIY, Kombes Nuredy Irwansyah Putra hasil interogasi tersangka Heru. Dikatakan Nuredy ke pers, begini:
"Namun karena pekerjaan yang akan dilakukan tersangka (mencacah jasad jadi ratusan) ini ia perkirakan membutuhkan waktu lama, dan pada saat yang bersangkutan makan dan minum di warmindo pukul 20.30 WIB, membuat yang bersangkutan berubah pikiran. Jadi meninggalkan pekerjaannya (yang sudah memutilasi jadi 65 potong). Akhirnya melarikan diri.”
Kronologi hasil interogasi polisi terhadap tersangka, plus keterangan saksi dan bukti hukum, begini:
Sabtu, 18 Maret 2023 pukul 13.00 WIB. Heru check-in di wisma Jalan Kaliurang KM 18, Yogyakarta untuk waktu enam jam, bayar Rp60 ribu. Ia datang sendiri. Saat itu ia sudah membawa perlengkapan bunuh dan mutilasi. Berupa pisau komando, cutter, gunting, potongan besi, dan gergaji. Juga sebuah ransel besar.
Nuredy: “Pengakuan tersangka, ia akan memutilasi tubuh korban dalam pecahan kecil-kecil. Dagingnya direncanakan dibuang ke WC. Tulang-tulang akan dimasukkan ransel.”
Sabtu, 18 Maret pukul 14.00 WIB tersangka keluar meninggalkan wisma. Perlengkapan bunuh ditinggal dalam kamar.
Sejam kemudian ia balik ke penginapan bersama Ayu. Kali ini naik motor (diketahui kemudian motor Ayu). Menurut petugas wisma, mereka kelihatan akrab. Bahkan tampak bergurau mesra. Seperti layaknya pasangan.
Sabtu, 18 Maret pukul 15.00 WIB. Ayu dan Heru masuk kamar. Di dalam, Ayu langsung membuka baju. Asmara yang bergairah.
Saat itulah Heru mengepruk kepala bagian belakang Ayu dengan besi. Satu kali kepruk sekuat Heru, Ayu langsung tumbang. Pasti, Ayu sangat kaget. Asmara mati seketika.
Nuredy: “Tersangka mengaku, tidak melakukan hubungan badan. Melainkan langsung pukul besi.”
Seumpama mereka hubungan intim, mungkin saja Heru bakal tidak tega mengepruk. Tapi karena niatnya bunuh-mutilasi, maka Heru langsung ke tujuan.
Saat tubuh Ayu tumbang, barulah dieksekusi. Diduga, langsung digorok sepanjang 20 sentimeter sesuai hasil otopsi. Itulah penyebab kematian. Langkah berikutnya, mutilasi.
Sabtu, 18 Maret pukul 20.30 WIB. Heru keluar kamar. Melapor ke petugas wisma, tambah sewa enam jam ke depan. Ia sudah ‘bekerja’ sekitar lima setengah jam. Menghasilkan 65 potongan tubuh. Ia keluar cari makan. Menuju warung terdekat namanya Warmindo.
Tiba di warung, Heru baru sadar ia tak punya uang. Lalu ia balik ke wisma lagi. Membuka dompet Ayu, isi Rp 300 ribu. Diambil semua. Ia balik lagi ke Warmindo. Makan di situ.
Heru makan sambil mikir. Tepatnya mengkalkulasi. Seandainya berat badan Ayu 50 kilogram. Sedangkan, potongan daging yang cukup masuk ke lubang WC sekitar satu ons. Maka, butuh sekitar 500 potongan daging yang sudah dipisah dari tulang. Sebab, tulangnya sudah direncanakan dikemas ransel besar.
Kalkulasi Heru kira-kira begini: Ia sudah memotong tubuh jadi 65 bagian, butuh waktu lima setengah jam. Terus, berapa waktu yang dibutuhkan untuk bisa jadi 500 potong daging?
Setelah makan dan mikir, Heru mengubah rencana. Tidak melanjutkan rencana mutilasi ratusan keping. Ia pilih kabur. Menuju tempat tinggalnya. Mes, milik perusahaan jasa sewa tenda nikahan, tempat ia bekerja. Di Ngemplak, Sleman. Ia kabur membawa motor milik Ayu dan sebuah HP milik Ayu, plus uang Rp300 ribu.
Di mes Ngemplak, ia menulis surat. Isinya penyesalan, dulu waktu kecil tidak menurut nasehat ortu. Intinya: Kalau jadi orang miskin jangan banyak gaya. Heru menyebut: Banyak gengsi. Akibatnya ia kini tertekan berat.
Dilanjut, Heru berharap agar satu adiknya bernama Wiwit, mau menuruti nasehat ortu. Supaya kelak dewasa tidak kejeblos (tertekan berat) seperti Heru.
Akhir surat, ia mengucap selamat tinggal kepada semua orang. “Mungkin dalam 24 jam ini saya akan masuk penjara. Atau berakhir selama-lamanya.” Selesai.
Di situ Heru menyadari posisi. Juga berpikir bunuhdiri. Ada sisi baik, ia berharap Wiwit menuruti nasehat ortu. Supaya kelak dewasa tidak tertekan berat sepertinya. Tertekan berat yang bagaimana?
Nuredy: “Tersangka terlilit utang di tiga pinjol (pinjaman online). Total utang Rp8 juta.”
Nilai utang itu, buat Heru yang sehari-hari bekerja memanjat, naik turun tiang besi-besi memasang tenda terpal, cukup besar. Apalagi tempo bayar utang mepet.
Di sini sekalian terungkap motif pembunuhan Ayu. Bahwa Heru berniat meramps harta Ayu. HP milik Ayu sudah dijual laku Rp 600.000, tapi motor Ayu belum sempat dijual.
Heru-Ayu kenal via Facebook, awal November 2022. Dilanjut temu darat. Dilanjut pacaran. Ia mengaku ke polisi, sudah beberapa kali berhubungan badan dengan Ayu, janda cerai, anak dua (sulung umur 8, bungsu umur satu).
Berarti, Heru tidak berani minta uang, atau utang, Rp8 juta ke Ayu. Jika dikaitkan ke suratnya, Heru mengakui banyak gengsi. Ditafsirkan, ia ingin selalu tampak keren, walaupun sejatinya miskin.
Seumpama Heru minta uang ke Ayu, cerita bisa lain. Bisa diberi, bisa tidak.
Entah, Heru tahu atau tidak, bahwa Ayu akan segera menikah lagi dengan pria asal Semarang. Menurut ayah Ayu kepada pers, pria Semarang itu serius ke Ayu. Hendak melamar Ayu, usai Lebaran, sebulan lagi. Rencananya, habis lamar langsung nikah.
Dalam perspektif keluarga Ayu, ini tragedi, bukan saja fisik, tapi juga moral. Ayah Ayu berkata kepada pers begitu, sebelum Heru ditangkap polisi (Selasa, 21 Maret 2023). Dan, sebelum Heru ditangkap, tentu pihak keluarga menduga-duga beberapa orang kemungkinan pelaku pembunuhan. Termasuk, menduga mantan suami Ayu.
Semua sudah terjadi. Biarkan jadi masa lalu. Kisah nyata ini cuma berguna sebagai pelajaran hidup, buat yang belum melakukan: Banyak gengsi, kurang uang. Serta aneka hikmah lain di dalamnya.
Kini Heru dijerat Pasal 340 KUHP, pembunuhan berencana. Kata Nuredy: “Ya. Ini kejam. Ancaman maksimal hukuman mati.”
Perkara ini menarik perhatian ratusan juta warga Indonesia. Maka, ancaman hukuman maksimal itu realistis. Pantas saja, Heru berharap, sebagai doa, agar Wiwit tidak salah jalan, kelak.
(*) Penulis adalah Wartawan Senior
Advertisement