Doa Niat Puasa Ramadhan Yang Benar Dan Penjelasannya
Niat Puasa Ramadhan wajib dibaca dalam hati pada malam hari sebelum berpuasa. Kewajiban ini sama dengan niat puasa nadzar serta puasa qadha. Menurut Madhzab Syafii, keabsahan puasa juga ditentukan dengan niatnya.
Syekh Sulaiman Al-Bujairimi dalam Hasyiyatul Iqna menyebutkan:
ويشترط لفرض الصوم من رمضان أو غيره كقضاء أو نذر التبييت وهو إيقاع النية ليلا لقوله صلى الله عليه وسلم: من لم يبيت النية قبل الفجر فلا صيام له. ولا بد من التبييت لكل يوم لظاهر الخبر
"Disyaratkan memasang niat di malam hari bagi puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa qadha, atau puasa nadzar. Syarat ini berdasar pada hadits Rasulullah SAW, 'Siapa yang tidak memalamkan niat sebelum fajar, maka tiada puasa baginya'. Karenanya, tidak ada jalan lain kecuali berniat puasa setiap hari berdasar pada redaksi zahir hadits".
Meski niat Puasa Ramadhan adalah urusan hati, namun melafalkan niat dengan benar adalah sebuah keharusan. Kebenaran niat juga akan memantabkan kita dalam menjalankan ibadah Puasa Ramadhan.
Selama ini banyak versi bacaan niat Puasa Ramadhan. Terutama penggunaan kalimat "رمضان" apakah dibaca "ramadlana" atau "ramadlani"?
Bacaan Niat: نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin anadai fardli sahri Ramadhana hadzihis sanati lillahi ta'ala
Menurut kaidah ilmu nahwu adalah keliru. Jika memaksa memilih membaca ramadlana (dengan harakat fathah), maka kalimat selanjutnya haruslah hadzihissanata (sebagai dharaf zaman/keterangan waktu), bukan hadzihis sanati.
Mengutip NU.go.id, Ramadlana dibaca fathah sebagai alamat jar karena termasuk isim ghairu munsharif yang ditandai dengan tambahan alif dan nun sebagai illatnya. Artinya, boleh membaca ramadlana dengan syarat kalimat selanjutnya hadzihis sanata.
Namun, yang seperti ini jarang diungkapkan dalam kitab-kitab fiqih. Yang paling lazim adalah membacanya dengan harakat kasrah, ramadlani, yakni dengan meng-idhafah-kan (menggabungkan) dengan kata sesudahnya. Konsekuensinya, ia tidak lagi ghairu munsharif sehingga berlaku hukum sebagai isim mu’rab pada umumnya.
Jika ramadlani diposisikan sebagai mudhaf (di samping sekaligus jadi mudhaf ilaih-nya "syahri") maka hadzihis sanati mesti berposisi sebagai mudhaf ilaih dan harus dibaca kasrah. Pembacaan dengan model mudhaf-mudhaf ilaih inilah yang paling dianjurkan.
Sehingga bacaan Niat Puasa Ramadhan yang tepat dan sempurna adalah:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ghadin anadai fardli sahri Ramadhani hadzihis sanati lillahi ta'ala
"Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan fardhu di bulan Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta'ala".
Yang perlu diingat, kekeliruan dalam melafalkan niat tak berpengaruh pada keabsahan puasa, selama terbesit dalam hati untuk berpuasa. Seperti dikatakan, niat berhubungan dengan getaran batin. Sehingga ucapan lisan hanya bersifat sekunder belaka. Tapi kekeliruan akan menimbulkan rasa janggal, terutama di mata para ahli gramatika Arab.
Advertisement