Konflik Pembongkaran Masjid Assakinah Happy Ending?
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya menggelar tumpengan sekaligus doa bersama di atas puing-puing Masjid Assakinah, Surabaya, pada Kamis malam, 21 Desember 2017. Perwakilan dari beberapa organisasi masyarakat, seperti Ansor, Pemuda Muhammadiyah dan para seniman juga hadir.
Bahkan, hadir pula para tokoh budayawan dalam acara doa bersama ini. Salah satunya Dr. Tjuk Kasturi Sukiadi, yang sekalligus Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga, Surabaya. Tjuk Sukiadi padahal selama ini getol menentang pembongkaran Masjid Assakinah yang dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bersama dengan DPRD Surabaya.
Ketua DPRD Surabaya, Armuji bahkan menyerahkan secara simbolis potongan tumpeng kepada Tjuk Sukiadi. Acara potong tumpeng ini sekaligus seolah sebagai penanda jika konflik antara Pemkot dan DPRD Surabaya dengan beberapa ormas dan beberapa seniman berakhir "damai".
"Setelah kami melakukan koordinasi dan meminta arahan pada kyai dan ulama, tentang pembangunan masjid, maka diubahlah desain yang pertama," ujar Armuji di tempat yang sama.
Armuji mengatakan, Masjid Assakinah ini bakal dibangun ulang menjadi bangunan yang berdiri sendiri. Tidak menjadi satu dengan gedung DPRD. Pembangunannya pun, bakal didahulukan dibanding gedung DPRD. Masjid Assakinnah dibangun sampai tuntas dulu, baru kemudian gedung DPRD. Nantinya, masjid ini, juga akan lebih luas dua kali lipat dibandingkan sebelumnya.
Sedangkan untuk gedung DPRD, tetap akan dibangun dibangun tujuh lantai. Namun begitu, Armuji menjanjikan tak akan memakan lahan Balai Pemuda.
Perluasan bangunan baru ini sempat dikhawatirkan oleh seniman, bakal menggusur keberadaan kantor sekretariat dua lembaga kesenian, Dewan Kesenian Surabaya (DKS) dan Bengkel Muda Surabaya (BMS).
Namun, pada rapat dengar Komisi C DPRD Surabaya, Rabu, 20 Desember 2017, Pemerintah Kota Surabaya, DPRD, dan para seniman akhirnya bersepakat.
DKS akhirnya bersedia menempati Gedung Merah Putih. Mereka ingin tetap berada di komplek cagar budaya, karena bagi mereka ini adalah upaya mempertahankan marwah Balai Pemuda sebagai oase kebudayaan dan kesenian yang sudah berlangsung sejak 1970-an lalu.
"Semoga ini jadi awalan yang baik, meskipun masih awal paling tidak pemerintah kota sudah menunjukan kemajuan, sudah menunjukan kesungguhan untuk berbenah," ujar Ketua DKS, Chrisman Hadi. (frd)