DKI Terendah Tingkat Kepatuhan Jaga Jarak Di tempat Wisata
Satgas Penanganan COVID-19 telah memantau kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan di lokasi wisata dalam periode libur Idul Fitri pada 12-15 Mei 2021. Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito menyayangkan ada 122.899 orang yang mendapat teguran di tempat wisata secara nasional. Dan angka ini meningkat hingga 90 persen dibandingkan minggu sebelumnya (5-8 Mei) yaitu 92.761 (32,4 persen) orang.
Satgas juga telah memantau kepatuhan masyarakat dalam memakai masker dan menjaga jarak pada 24 provinsi di Indonesia. DKI Jakarta menjadi provinsi paling rendah tingkat kepatuhan protokol menjaga jarak di tempat wisata sebesar 27 persen. Diikuti, Bangka Belitung (33 persen), Riau (58 persen) dan Sumatera Selatan (62 persen). Sementara pada kepatuhan memakai masker terendah di Bangka Belitung sebesar 33 persen, Sumatera Selatan 58 persen dan DKI Jakarta 60 persen.
"Tentunya saya sangat menyayangkan, bahwa kepatuhan masyarakat menjaga jarak dan memakai masker, bahkan di kota besar seperti DKI Jakarta mencatatkan angka yang rendah di tempat wisata. Tempat yang ramai dikunjungi masyarakat dan berpotensi meningkatkan penularan COVID-19 di kerumunan yang terjadi," Wiku memberi keterangan pers Perkembangan Penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Rabu 19 Mei 2021
Pemerintah daerah (pemda) harusnya melihat perkembangan penanganan melalui data-data yang telah dipaparkan. Dan menjadikannya sebagai dasar untuk mengevaluasi kembali operasional sektor wisata di lapangan sebagaimana tertuang dalam instruksi Menteri Dalam Negeri No. 11 Tahun 2021.
Dalam instruksi tersebut mengatur penerapan skrining secara acak dengan metode tes rapid antigen dan GeNose dilakukan untuk lokasi wisata dalam ruang dan penerapan protokol kesehatan yang ketat untuk lokasi wisata luar ruangan. Lalu, melarang pembukaan lokasi wisata di kabupaten/kota yang masuk zona oranye dan zona merah. Dan jika ditemukan pelanggaran, maka akan dilakukan penutupan lokasi.
Pemerintah pusat telah mendelegasikan kewenangan pengelolaan sektor wisata kepada pemerintah daerah. Adanya pendelegasian kewenangan ini dimaksudkan agar kebijakan yang diterapkan pusat dapat disesuaikan kebutuhan kemampuan masing-masing daerah dan sejalan prinsip desentralisasi.
Pemda harusnya dapat menjadi cerminan yang dapat mengarahkan upaya pembukaan sektor sosial ekonomi yang tidak menimbulkan potensi penularan. Pemda juga seharusnya mengoptimalkan peran Satgas daerah dan posko desa atau kelurahan yang sudah terbentuk. Dan tidak ragu dalam menegakkan sanksi bagi siapapun yang melanggar.
Pemda harus melakukan evaluasi kebijakan secara bekala. Sehingga intervensi berikutnya dapat disesuaikan dan dampak yang terbentuk akibat dari kebijakan tersebut. Baik dari sisi ekonomi maupun perkembangan COVID-19 di masing-masing wilayah.
"Saya yakin, apabila seluruh pemda tegas dan mampu memformulasikan kebijakan yang tepat, dilengkapi kolaborasi yang efektif dengan masyarakatnya, maka kita akan mampu meningkatkan pergerakan ekonomi daerah maupun nasional. Secara bersamaan juga mampu mengendalikan kasus COVID-19," kata Wiku.
Advertisement