DK PBB Tolak Resolusi Perpanjangan Embargo Iran
Dewan Keamanan (DK) PBB Jumat malam waktu setempat menolak resolusi yang diusulkan oleh Amerika Serikat (AS) untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, yang mengajukan banding ke dewan yang beranggotakan 15 negara untuk memberikan suara untuk langkah tersebut, mengatakan "kegagalan kelompok untuk bertindak tegas" adalah "tidak bisa dimaafkan."
“Ini menolak resolusi yang masuk akal untuk memperpanjang embargo senjata selama 13 tahun di Iran dan membuka jalan bagi negara sponsor terorisme terkemuka dunia untuk membeli dan menjual senjata konvensional tanpa pembatasan khusus PBB untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade," kata dia dalam sebuah pernyataan.
Pompeo mengatakan AS tidak akan pernah meninggalkan teman-temannya di kawasan yang "mengharapkan lebih banyak" dari DK PBB, yang tampaknya mengacu pada Israel.
Resolusi tersebut menghadapi tekanan yang kuat dari Rusia dan China, dua anggota DK PBB pemegang hak veto dan sekutu dekat Iran.
Presiden Iran Hasan Rouhani memperingatkan "konsekuensi" jika DK menerima resolusi tersebut.
Pejabat Iran menyatakan bahwa langkah tersebut melanggar ketentuan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), juga dikenal sebagai kesepakatan nuklir Iran, yang dinegosiasikan antara Iran dan negara-negara P5+1 yaitu AS, Inggris, China, Prancis, Rusia, serta Jerman pada 2015.
Laporan media AS menunjukkan pemerintahan Trump dengan arogan sedang mempertimbangkan untuk memicu sanksi snapback minggu depan. AS dalam beberapa waktu terakhir mengancam akan kembali memberlakukan sanksi kepada Iran atau snapback jika PBB tidak memperpanjang embargo senjata yang akan berakhir pada Oktober tahun ini.
AS bahkan mengedarkan dokumen kepada anggota DK yang mengatakan Washington memiliki "hak eksplisit" untuk memicu klausul snapback Resolusi PBB 2231 yang menjadi dasar kesepakatan bersejarah tahun 2015.
Namun, para ahli berpendapat bahwa AS mungkin tidak dapat memicu snapback sejak menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran pada Mei 2018.
"Hasil pemungutan suara di DK PBB tentang embargo senjata terhadap Iran menunjukkan, sekali lagi, isolasi AS. AS harus belajar dari bencana ini. Upaya sanksi snapback adalah ilegal, dan ditolak oleh komunitas internasional, seperti yang terbukti hari ini," kata Duta Besar Iran untuk PBB Takht Ravanchi melalui Twitter.
“Pengenaan sanksi atau pembatasan apa pun terhadap Iran oleh DK PBB akan sangat dipenuhi oleh Iran dan opsi kami tidak dibatasi. AS dan setiap entitas yang dapat membantu atau menyetujui perilaku ilegalnya, akan memikul tanggung jawab penuh," tulis Ravanchi.
Sementara itu, Presiden Rusia Vladmir Putin mengusulkan pertemuan puncak daring lima anggota tetap DK, bersama dengan Iran dan Jerman, untuk membahas embargo senjata dan menghindari kemungkinan konfrontasi.
Saat dilakukan emungutan suara terhadap resolusi tersebut, Indonesia memilih abstain atau tidak menentukan sikap dalam pemungutan suara terhadap resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB yang diusulkan Amerika Serikat (AS) mengenai perpanjangan embargo senjata di Iran.
Rancangan resolusi tersebut didukung oleh AS dan Republik Dominika, ditolak oleh Rusia dan China, sedangkan 11 anggota DK lainnya, termasuk Indonesia, menyatakan abstain.
Menurut Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI Grata Endah Werdaningtyas, Indonesia mengambil posisi abstain karena menilai rancangan resolusi yang diajukan AS tidak sejalan dengan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) atau dikenal dengan kesepakatan nuklir Iran.
Rancangan itu juga, menurut Indonesia, tidak akan efektif mengatasi masalah nonproliferasi serta isu stabilitas keamanan di Kawasan Teluk. (ant/rtr)