Djalil Latuconsina, Batu dari Pulau Buru itu Telah Tiada
Innalillahi wa Inna Ilaihi Rojiun. Satu lagi seorang tokoh di Surabaya meninggal. Bukan karena Covid. Dia adalah Djalil Latuconsina, akrab dipanggil Abah Jenggot, karena memelihara jenggot panjang hingga ke perutnya. Djalil meninggal di kediaman Siwalan Kerto, Jumat pukul 12.20. Usai umat Islam selesai menjalankan sholat Jumat.
Abdul Djalil Latuconsina, nama lengkapnya, adalah salah seorang penanda tangan Petisi 50, yang isinya menentang penggunaan Pancasila oleh Soeharto untuk memberangus para pengkritiknya. Petisi itu ditandatangani tanggal 5 Mei 1980 oleh para tokoh antara lain AH Nasution, Hoegeng Imam Santoso, Ali Sadikin, Burhanuddin Harahap, Mohammad Natsir, AM Fatwa. Djalil termasuk diantaranya.
Sebagai aktivis, tahun 1978 dia juga ikut mendekam di Pomdam Brawijaya bersama beberapa aktivis lainnya termasuk dari beberapa perguruan tinggi; ITS, Unair, IKIP (sekarang Unesa). Djalil sendiri tercatat sebagai mahasiswa STESIA (dahulu STIPAK). Tahun 1985, dia dicokok lagi karena dituduh terlibat peristiwa pengeboman BCA di Jakarta, yang berbuntut kerusuhan Tanjung Priok 12 September 1984.
Merasa dikejar-kejar terus oleh penguasa, akhirnya Djalil Latuconsina yang lahir di Namlea, Pulau Buru, Maluku, 6 September 1953 itu kemudian bekerja sebagai kontraktor dengan mendirikan PT Salamander bersama kawan-kawannya. Dia menjadi rekanan Pemkot Surabaya, menjadikan secara ekonomi Djalil mulai tertata. Tetapi tetap saja dia hidup sederhana karena suka membantu teman-temannya.
Djalil suka membantu orang, sudah banyak yang tahu. Suatu ketika, sekitar sepuluh tahun lalu, Djalil mengaku sakit dan dirawat di RS Darmo. Dia memiliki banyak teman pejabat, termasuk gubernur saat itu, yang mengirimkan bantuan untuk biaya rumah sakit. Setelah mendapat uang lumayan, dia panggil para sahabatnya ke rumah sakit, dan kepada para sahabat yang menjenguk itu diberinya amplop. “Kalau tidak begini, kapan lagi saya bisa bagi-bagi rejeki pada sahabat-sahabat saya,” kata Djalil yang memang dikenal suka jahil.
Karena memiliki banyak teman wartawan, Djalil tahun 2000 mendirikan media berbentuk tabloid yang diberina nama Sapujagat. Tagline Sapujagat cukup unik, yaitu “media gak pedulian”. Laporan-laporan Sapujagat cukup keras, mewakili sikap Djalil Latuconsina.
Tahun 2014, menjelang pilpres, tabloid Sapujagat sempat dibakar oleh para simpatisan capres Jokowi karena mereka tidak berkenan pada isi tabloid itu yang dianggap menyerang Jokowi.
Tapi namanya Djalil, dalam kondisi apapun dia tetap berpolitik. Bulan April tahun 2018, jelang Pilkada Gubernur Jatim, Djalil Latuconsina bersama Tatang Istiawan dan Choirul Anam, atas nama tiga wartawan senior tiba-tiba mendeklarasikan dukungan terhadap pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak. Deklarasi ini cukup mengejutkan, karena ketiganya adalah pemilik media cetak. Itu kemunculannya terakhir di depan umum.
Kondisi kesehatan Djalil terus menurun. Sudah beberapa tahun, akibat komplikasi penyakitnya. Dia tinggal sendirian di Rusun Aparna, Siwalan Kerto, hanya dijaga seorang keponakannya, Hanafi. Akibat komplikasi penyakitnya itu, dia tak dapat keluar dari apartemen.
Seorang sahabatnya, Rudiansyah, pada ulang tahun Djalil tahun lalu datang ke apartemennya. “Saya tidak tahu bahwa dia berulang tahun, yang juga dihadiri istri dan anaknya. Saya kok tiba-tiba punya keinginan menjenguk Abah, ternyata dia pas ulang tahun,” kata Rudiansyah, pengusaha real estate.
Kepada Djalil, Rudiansyah sempat memberi saran agar Djalil kembali ke Namlea, agar ada yang merawat dengan baik. “Rud, saya mau mati di Surabaya. Saya tidak mau kembali ke Namlea, mudah-mudahan saya mati di Surabaya,” kata Rudiansyah menirukan jawaban Djalil, September tahun lalu.
“Saya ikhlas seperti ini di akhir hidup saya. Saya sadar bahwa saya banyak menyakiti orang, mungkin inilah akibat yang harus saya jalani. Saya ikhlas, mudah-mudahan orang yang pernah saya sakiti bersedia memaafkan saya dan Allah mengampuni dosa-dosa saya,” kata Djalil ketika itu, kepada Rudiansyah.
Jumat sore, usai sholat Ashar, jenazah Abdul Djalil Latuconsina dimakamkan di TPU Keputih, disaksikan beberapa kerabat dan kawan-kawannya.
Semoga Djalil Latuconsina, sebongkah batu dari Pulau Buru itu husnul khotimah. (nis)