Diwarnai Kericuhan, Mahasiswa Demo RUU KUHP di DPRD Probolinggo
Ratusan mahasiswa berdemonstrasi menolak pengesahan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) di depan gedung DPRD Kabupaten Probolinggo, Selasa, 26 Juli 2022.
Demo yang diikuti mahasiswa dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Probolinggo Raya itu diwarna kericuhan.
Sejumlah mahasiswa membakar ban di depan gedung DPRD, Jalan Raya Pajarakan, Kabupaten Probolinggo. Polisi kemudian berusaha membubarkan mahasiswa dengan gas air mata dan semprotan meriam air (water cannon).
Sejumlah polisi pun tampak mengejar mahasiswa karena membakar ban di dekat Wakil Ketua DPRD setempat, Lukman Hakim. Para mahasiswa berlarian ke sisi utara jalan Pantura, Desa Sukomulyo, Kecamatan Pajarakan.
Selain membakar ban, sebagian pengunjuk rasa juga melempari para polisi dan anggota Satpol PP yang berjaga di kantor DPRD dengan batu dan kerikil yang mereka pungut dari bahu jalan nasional Probolinggo-Situbondo. Tampak sebagian mahasiswa ditangkap oleh polisi yang berpakaian preman (tidak berseragam).
Karena temannya ditangkap, sebagian mahasiswa lainnya berusaha membantunya. Sehingga terjadi saling dorong dan pukul antara pengunjuk rasa dengan polisi.
Wakapolres Probolinggo, Kompol Nur Halim berusaha menenangkan suasana unjuk rasa yang ricuh. “Tolong, jangan jadi provikator. Saya wakapolres bertugas menjaga keamanan. Tenaaaaaang,” ujarnya.
Situasi sedikit reda, bahkan koordinator pengunjuk rasa meminta para mahasiswa untuk kembali ke lokasi. Namun tidak berselang lama, para mahasiswa kembali beraksi.
Aksi mereka kembali ricuh. Terjadi baku hantam antara mahasiswa dengan polisi. Wakapolres Probolinggo kemudian menyerukan agar anggotanya mundur agar tidak semakin terpancing aksi mahasiswa.
“Saya perintahkan, anggota maupun Sabhara, mundur. Jangan ada yang bergerak tanpa perintah saya, saya harap semuanya tenang,” kata Kompol Nur Halim.
Ketika ratusan mahasiswa beraksi di jalan raya, sebagian perwakilan mahasiswa berdiskusi dengan anggota DPRD di dalam gedung parlemen.
Empat Tuntutan
Dalam tuntutannya, massa mahasiswa mendesak RUU KUHP dibatalkan sebab dinilai mengebiri nilai-nilai demokrasi di Indonesia.
"RUU ini akan membuat negara kacau, KUHP memang warisan kolonial Belanda, tapi RUU KUHP ini lebih kolonial lagi," kata Ketua Umum Cabang PMII Probolinggo, M. Zia Ulhaq saat orasi.
Ia menilai, RUU KUHP tersebut memang sengaja tidak melibatkan publik. Tujuannya, agar penguasa bisa semakin leluasa dalam membuat kebijakan. Sisi lain, tentu saja demokrasi dan rakyat kecil yang menjadi korban.
"Sejumlah pasal dalam RUU tersebut sudah kami diskusikan dengan sejumlah LBH (Lembaga Bantuan Hukum, Red.), isinya ada yang melampaui UUD 45," katanya.
Oleh sebab itu, pihaknya juga sudah menyiapkan sejumlah poin untuk ditandatangani bersama sebagai pakta integritas yang berisi empar poin. Pertama, DPRD setempat harus merekomendasikan kepada Tim Perumus RUU KUHP untuk membuka secara luas pembahasan RUU KUHP.
“Kedua, kami meminta DPRD untuk untuk merekomendasikan agar pembahasan RUU KUHP tersebut melibatkan unsur publik,” kata Zia Ulhaq.
Ketiga, mereka meminta DPRD setempat untuk membuat rekomendasi agar menghapus 13 pasal yang dinilai dapat mengebiri nilai demokrasi. “Keempat, jika dalam 7 kali 24 jam, poin 1-3 tidak terpenuhi, maka DPRD harus siap mundur dari jabatannya,” ujarnya.
Advertisement