Diterjang Produk Industri, Seniman Patung Mojokerto Tetap Eksis
Terjangan produk industri, tak surutkan sejumlah seniman patung batu andesit di Dusun Jatisumber Desa Watesumpak Trowulan Kabupaten Mojokerto. Kualitas menjadi kunci dalam menjaga pasar. Hasilnya omzet bisa capai puluhan juta rupiah.
Sudah puluhan tahun seniman di dusun ini membuat patung dengan menjaga kualitasnya. Ditunjang juga patung yang dihasilkan merupakan produk seniman, maka segmen pemasarannya juga menyasar pecinta seni.
Dusun Jatisumber dari dahulu, dikenal sebagai sentra kerajinan patung batu andesit. Dengan sebaran pemasaran yang sampai mancanegara. Ini membuktikan kualitas produk seniman patung berkualitas dunia.
Kini seiring berjalannya waktu, kurang dari 10 seniman patung yang masih eksis di kampung ini. Namun ini sudah cukup membuktikan kualitas patung-patung tersebut.
Salah satunya Deni Indianto 44 tahun, pemilik Majapahit Art Stone. Sejak tahun 2000 silam, Deni mengasah keterampilannya memahat batu dari tetangganya, Wakidi yang kini sudah almarhum.
Kemudian 2023, ia membuka usaha kerajinan patung batu andesit sendiri di rumahnya. Bisnis kerajinannya ini telah berjalan kurang lebih selama 20 tahun.
Setiap bulan Deni meraup omzet Rp 50-70 juta. Keuntungan bersihnya juga tak menentu. Terkadang Rp 15 juta, Rp 20 juta, Rp 30 juta, atau bahkan lebih dari itu.
“Krisis moneter 1998 bisnis ini malah menjanjikan, malah panen. Banyak turis belanja patung batu karena dolar mahal. Karena itu saya tertarik ikut belajar, terlebih saya suka budaya,” kata Deni, Senin 13 November 2023.
Patung-patung batu buatan Majapahit Art Stone dikirim ke hampir seluruh wilayah Indonesia sampai mancanegara, seperti negara-negara ASEAN, India, Eropa dan Amerika Serikat. Namun, belakangan ini kerajinannya itu laku di Indonesia saja.
Menurunnya peminat, gempuran produk industri menjadi perihal utama penyebabnya. Sebagai contoh industri patung berbahan cor semen yang tumbuh di Desa Watesumpak sendiri.
Perbedaannya adalah patung produk industri menyasar pasar lokal maupun untuk diekspor mengandalkan kecepatan produksi dan harga miring. Sedangkan patung produksi seniman, lebih memperdalam seni dan kualitasnya.
“Kalau saya mempertahankan produk seni, semua patung ada pakemnya. Kalau tidak dipertahankan akan musnah. Kedua, mayoritas orang jualan produk industri sehingga seni kosong. Maka saya ambil pasar produk seni,” terangnya.
Mempertahankan patung batu andesit bernilai seni tinggi menjadi kunci bisnis Deni tetap eksis.
Soal harga, produk Majapahit Art Stone bisa 10 kali lipat lebih tinggi dibandingkan patung produk industri. Tempat usaha Doni, kini masih menerima orderan dari berbagai daerah di Jawa, Kalimantan, Sumatera, Bali hingga Makassar.
Patung-patung batu karya Deni biasa untuk dipasang di tempat-tempat ibadah, seperti vihara dan klenteng. Tak sedikit pula untuk dekorasi rumah pribadi maupun vila. Tentunya ia ikut memaksimalkan pemasaran melalui berbagai platform media sosial.
“Sebenarnya kami kekurangan pemahat, permintaan tinggi, pemahat banyak yang meninggal. Regenerasi terhambat banyak kaum muda yang tidak mau pekerjaan keras seperti ini,” ujarnya.
Kini, Deni dibantu 4 pemahat untuk mengerjakan semua pesanan patung batu. Bahan baku batu andesit ia peroleh dari Kandangan, Kediri. Setiap patung dipahat dari batu andesit utuh, tanpa sambungan.
Menurutnya, seniman patung batu wajib paham sejarah agar mudah mencerna pakem setiap sosok atau benda yang dibuat.
Untuk menghasilkan karya seni tinggi, Deni membagi tugas pemahat sesuai tahapan. Mulai dari tukang belah batu, tahap bakal atau membuat bentuk kasar patung, tahap membentuk anatomi, tahap ukiran ragam hias, sampai finishing yang mencakup perbaikan kekurangan, penghalusan dan pengecatan.
“Finishing biasanya saya kerjakan sendiri. Warna cat sesuai permintaan. Ada yang minta hanya dilapisi antilumut, ada juga diberi warna antikan,” jelasnya.
Beberapa patung yang dibuat Deni di Majapahit Art Stone bisa sangat beragam antara waktu pengerjaan dan harganya.
Sebagai contoh, patung Bunda Maria setinggi 170 cm yang ia kerjakan dalam 2 bulan terakhir, saat ini pada tahap pengecatan. Ada pula patung Dewi Parwati setinggi 170 cm yang paling cepat tuntas dalam 2 bulan.
Bahkan, pesanan sebuah patung besar sosok Ratu Majapahit, Tribuwana Tunggadewi sampai 3 tahun belum selesai ia kerjakan. Patung batu andesit setinggi 320 cm dengan lebar 120 cm itu rupanya pesanan temannya di Jakarta. Deni mengaku mengerjakannya sesuai mood karena memakai harga pertemanan.
“Sebenarnya paling rumit patung Ken Dedes atau Prajna Paramita (Ratu Singosari). Tidak hanya harus simetris, wajahnya harus menampilkan sosok yang tegas, bijaksana dan anggun. Anatomi seperti itu tidak bisa ditemukan di produk industri. Paling cepat tiga bulan baru selesai, itu pun kalau dikerjakan setiap hari,” ujarnya.
Patung batu andesit karya Majapahit Art Stone dibanderol beragam sesuai ukuran, tingkat kerumitan, kehalusan dan lamanya proses pembuatan. Sebagai contoh, replika lingga dan yoni perwujudan Dewa Siwa dan Dewi Parwati dijual Rp 10 juta, patung Dewi Parwati setinggi 170 cm Rp 35 juta dan patung Ken Dedes setinggi 170 cm harganya di atas Rp 35 juta.
“Patung Tribuwana Tunggadewi setinggi 320 cm ini rekor paling mahal. Harganya seharusnya di atas Rp 100 juta. Saya jual Rp 80 juta karena pertemanan. Makanya tak masalah kalau pengerjaannya lama,” tutupnya.
Advertisement