Ditanya Dampak Negatif Proyek Reklamasi Surabaya Waterfront Land, Ini Respons Eri Cahyadi
Pasangan calon Walikota-Wakil Walikota Surabaya 2024 Eri Cahyadi-Armuji ditanya soal strategi mengantisipasi dampak negatif dari proyek nasional reklamasi Surabaya Waterfront Land (SWL) di debat publik perdana, Rabu 16 Oktober 2024 malam.
“Bila saudara terpilih, bagaimana desain kebijakan dan langkah strategis yang konkret yang akan saudara lakukan terkait pembangunan kawasan pesisir yang berkelanjutan, terintegrasi, dan berwawasan lingkungan agar berdampak positif, tidak hanya bagi kemajuan Surabaya namun kesejahteraan masyarakat dan lingkungan pesisir Surabaya?” tanya moderator debat Pilwali Surabaya, Rabu, 16 Oktober 2024 malam.
Menanggapi hal tersebut, calon walikota Surabaya Eri Cahyadi menjelaskan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, pengelolaan dan perizinan aktivitas di wilayah pesisir bukan menjadi kewenangan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
"Tapi yakinlah, ketika kami menjadi walikota, maka kami pasti akan mempertahankan ruang terbuka hijau yang ada di Kota Surabaya," papar Eri.
Eri juga berjanji akan mempertahankan hutan mangrove yang tertanam di pesisir Kota Pahlawan. Menurutnya, keberadaan hutan mangrove dapat mencegah bencana alam, seperti banjir dan abrasi.
"Kita mempertahankan biota, flora, dan faunanya. Karena seperti apa, mangrove kita jadikan tempat wisata untuk menjaganya," ucap Eri.
Eri berjanji, akan lebih memperhatikan nasib para nelayan yang menggantungkan hidup dari kawasan laut di pesisir Kota Pahlawan. Dirinya mengklaim, selama 3,5 tahun memimpin Kota Surabaya telah memberikan bantuan berupa perahu, solar bersubsidi, dan memaksimalkan keberadaan Sentra Ikan Bulak (SIB).
"Jangan sampai ada pembangunan yang tidak bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya. Ketika kita berbicara pesisir, maka nelayan dan keluarganya menjadi tujuan untuk membahagiakan mereka," pungkasnya.
Seperti diketahui, Surabaya Waterfront Land (SWL) masuk dalam salah satu dari 14 Proyek Strategi Nasional (PSN), bersama dengan pembangunan flyover (jalan layang) dari dan menuju Terminal Teluk Lamong, Double Track Jawa Selatan, dan SPAM (Sistem Penyediaan Air Minum) Umbulan.
Proyek reklamasi yang direncanakan akan dilaksanakan di kawasan pesisir seluas 1.084 hektare dan memakan biaya sebesar Rp72 triliun tersebut ditolak nelayan dan masyarakat pesisir. Mereka khawatir, proyek tersebut dapat memantik permasalahan baru, seperti rusaknya lingkungan hidup dan hilangnya mata pencaharian nelayan.