SIMBOX, Alat Disiplinkan Isolasi Mandiri Karya Mahasiswa ITS
Orang yang dinyatakan reaktif wajib menjalani isolasi mandiri. Mendukung agar isolasi mandiri menjadi efektif, tim mahasiswa Departemen Teknik Instrumentasi, Fakultas Vokasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil menciptakan sebuah alat yang akan memastikan bahwa pasien reaktif tetap berada di rumah.
Tim yang menamai dirinya INSecuriteam ini, terdiri Eko Rian Fauzi, Mia Dwi Susanti, Arinditya Berlinda Putri Susanto, Aldy Ramadhan Syahrudin, Irga Merdiansyah, dan Tiffany Rachmania Darmawan.
Enam mahasiswa tersebut menggagas ide bertajuk Sukses Isolasi Mandiri-Box (SIMBOX): Sistem Monitoring Disiplin dan Kesehatan Masyarakat Berbasis IoT sebagai Inovasi Penunjang Keberhasilan Isolasi Mandiri.
Eko Rian, salah satu anggota kelompok mengatakan, alat ini berpa aplikasi yang didalamnya terdapat fitur yang akan memudahkan petugas kesehatan untuk memastikan pasien reaktif dan anggota keluarga tetap disiplin dalam melakukan isolasi mandiri. SIMBOX dilengkapi dengan alat presensi berbasis face detection.
"Juga ada fitur untuk melihat perkembangan pasien berupa sensor temperatur dan sensor denyut jantung. Hasil pengukuran alat ini akan dikirimkan ke database yang bisa diakses oleh petugas medis di puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya,” jelas Ketua INSecuriteam ini.
Pada pengoperasiannya, lanjut Eko, SIMBOX akan disetting terlebih dahulu oleh pihak puskesmas atau fasilitas kesehatan (faskes) yang bertanggung jawab melalui aplikasi.
Petugas kesehatan akan memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) bagi anggota keluarga pasien yang telah memiliki KTP, sehingga data-data lainnya akan masuk secara otomatis sesuai data KTP. Bagi yang belum memiliki KTP, data akan diisikan secara manual.
"SIMBOX akan dipasang di rumah pasien yang melaksanakan isolasi mandiri. Pada waktu tertentu, alat akan menyalakan alarm sebagai pengingat waktu presensi bagi anggota keluarga. Pada saat ini, sensor ultrasonik akan mendeteksi apakah ada orang di hadapan alat. Kemudian, kamera akan menangkap wajah orang tersebut dan akan dideteksi oleh face detector untuk disesuaikan dengan database," ulas Eko.
Selanjutnya, alarm akan mati dan alat akan menyalakan sensor temperatur serta denyut jantung. Pengukuran suhu akan dilakukan secara otomatis, sedangkan pembacaan denyut jantung akan dioperasikan oleh pasien menggunakan pulse sensor.
Data yang didapatkan akan dikirimkan pada cloud storage yang kemudian dapat diakses oleh operator petugas medis.
Alat gagasan tim yang berisi mahasiswa angkatan 2018 dan 2019 ini terinspirasi dari alat presensi berbasis face detection yang sudah beredar di pasaran. Alat semacam ini sering digunakan sebagai alat keamanan di berbagai tempat seperti perkantoran atau apartemen.
"Kami berharap alat ini dapat menjaga kedisiplinan masyarakat terutama yang telah dinyatakan reaktif atau bahkan positif terkena Covid-19. Juga diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menangani penyebaran Covid-19 yang semakin hari semakin bertambah ini," harapnya dan tim.
Diketahui, Gagasan itu pun telah berhasil menjuarai LKTI Olimpiade Vokasi Indonesia (OLIVIA) 2020 Sub Kategori Saintek, beberapa waktu lalu.
Advertisement