Disesalkan, Debat Capres-Cawapres Tidak Angkat Isu Perempuan
Lima kali debat publik Pasangan Calon (Paslon) Presiden dan Wakil Presiden Pemilu 2019, tidak ada satupun yang tegas akan membahas persoalan atau isu perempuan dan anak. Hal itu sangat disesalkan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) RI Fahira Idris.
Padahal menurut dia, bagi negara seperti Indonesia, pemberdayaan perempuan dan anak adalah bagian integral atau tidak terpisahkan dari program pembangunan nasional.
"Selama persoalan perempuan dan anak tidak menjadi prioritas pembangunan nasional, selama itu tembok akan menghadang kemajuan bangsa ini," kata Fahira di Jakarta, Jumat.
Dia menilai tidak ada bangsa yang maju tanpa memiliki program pemberdayaan perempuan yang berkemajuan dan sistem perlindungan anak yang komprehensif sehingga isu perempuan dan anak harus ada dalam debat pilpres 2019.
Fahira mengungkapkan, jika melihat dari lima tema debat, sebenarnya isu atau persoalan seputar perempuan dan anak bisa disisipkan di semua tema.
"Untuk tema Hukum, HAM, Korupsi dan Terorisme, isu perempuan dan anak bisa dipotret terkait persoalan komitmen kedua paslon terhadap penyelesaian RUU Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan kemauan politik paslon dalam menyusun dan mengimplementasikan cetak biru perlindungan anak yang hingga detik ini Indonesia belum memilikinya," ujarnya.
Fahira menjelaskan basis argumennya adalah angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang semakin mengkhawatirkan, misalnya sepanjang 2016 ada 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan.
Itu artinya menurut dia, rata-rata tiap hari terjadi 710 kasus kekerasan terhadap perempuan atau tiap satu jam terjadi 30 kasus kekerasan terhadap perempuan, dan itu merupakan persoalan besar.
"Isu soal perempuan dalam tema Energi dan Pangan, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, dan Infrastuktur, bisa ditilik dari sejauh mana komitmen paslon meretas semua hambatan yang menghalangi perempuan terlibat secara penuh dalam pengelolaan sumber daya alam mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga dampak dari pengelolaan sumber daya alam," katanya.
Dari tema Pendidikan, Kesehatan, Ketenagakerjaan serta Sosial dan Kebudayaan, menurut Fahira, tentunya isu perempuan dan anak sangat banyak yang bisa dibahas. Dia mencontohkan, untuk kesehatan, stunting wajib jadi bahasan debat dan menjadi prioritas siapapun presiden yang terpilih, karena saat ini sekitar 37 persen atau hampir 9 juta balita Indonesia mengalami stunting.
"Tema ketenagakerjaan, selain persoalan TKW, juga patut dibahas kesenjangan tingkat partisipasi angkatan kerja antara laki-laki dan perempuan juga masih terus terjadi hingga saat ini," katanya.
Debat keempat yang bertema Ideologi, Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan serta Hubungan Internasional, menurut dia bisa diulas terkait upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas keterwakilan politik perempuan.
Dia menjelaskan untuk tema kelima yaitu Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial, Keuangan dan Investasi serta Perdagangan dan Industri, bahasan soal ekonomi dan kesejahteraan sangat banyak relevansi dengan isu perempuan.
Dia menilai, Presiden ke depan harus paham bahwa perempuan itu adalah kunci keberhasilan pengentasan kemiskinan sehingga harus ada program peningkatan kapasitas perempuan dan kelompok ekonomi perempuan yang konkret dan kemauan politik.
"Tanpa adanya program peningkatan kapasitas perempuan dan kelompok ekonomi perempuan yang konkret dan kemauan politik yang kuat dari Presiden untuk membuka akses sumber-sumber ekonomi bagi perempuan, maka selama itu juga pengentasan kemiskinan akan terkendala," katanya. (an/ar).
Advertisement