Disegel...!! Lahan Sengketa Sepuluh Tahun di HR Muhammad
Sepuluh tahun bersengketa, Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemerintah Kota Surabaya akhirnya melakukan tindakan penyegelan lahan di jalan HR Muhammad 45 Surabaya, Kamis 3 Mei 2018.
Penyegelan lahan seluas 2.070 meter persegi ini berdasarkan permohonan dari Hj Hartati, salah satu pihak penggugat dalam sengketa ini. “Dasar penyegelan lahan yang saat ini dikuasai secara fisik oleh pihak Hary Sunaryo (tergugat) ini, dikarenakan belum memiliki dan memenuhi kewajiban kepengurusam surat-surat yang telah ditentukan pemerintah. Salah satunya, tidak mengantongi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB),” ujarnya, Arie Hadiwijaya, kuasa hukum Hj Hartati.
Sebelum penyegelan, petugas terlebih dahulu mengumpulkan para pekerja yang saat itu sedang melaksanakan pekerjaan proyek dikawasan lahan sengketa. Oleh petugas, para pekerja diberi penjelasan terkait upaya yang tengah dilakukan. Tak lama kemudian, petugas menempelkan tanda silang berwarna merah di beberapa bagian tembok bangunan serta menyegel pintu gerbang akses masuk lahan.
Sengketa ini sendiri berawal dari perseteruan para pihak yang sama-sama mengklaim kepemilikan lahan. Para pihak yang berseteru antara lain, Hj Hartati, R Hary Soenaryo, Agus Angrikawang dan Kaelan.
Sedangkan kronologis berdasarkan versi Arie, asal usul tanah tersebut berawal dari jual beli yang dilakukan Hj Hartati dari ahli waris Kaelan pada 27 Maret 1977 seharga Rp 5,6 juta dihadapan pejabat kelurahan Putat Gede Surabaya.
Sejak dilakukan jual beli, Hj Hartati memenuhi kewajibannya membayar PBB hingga 2016 silam. Pada tahun 1999, Hj Hartati menjalin kerjasama dengan Hary Soenaryo yang intinya Hary bakal membeli tanah milik Hj Hartati setelah kepengurusan SHM selesai dengan jangka waktu dua tahun.
Namun pada tahun 2001-2002 Hary Soenaryo diduga merekayasa dengan mengajak Kaelan ke notaris Caroline Kalampung untuk membuat jual beli dan kuasa.
“Saat mengajak Kaelan ke notaris, Ia (Hary Soenaryo) berdalil bahwa dirinya disuruh Hj Hartati, sehingga Kaelan menuruti kemauannya,” tambah Arie.
Setelah dari notaris, Hary Soenaryo berhasil menerbitkan SHM atas nama dirinya bukan atas nama Hj Hartati. Atas tindakannya itu, akhirnya Hary Sornaryo dilaporkan ke polda Jatim, 26 April 2002 dan sempat menyandang status DPO.
Sementara Oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Hary Soenaryo dinyatakan bersalah dan divonis pidana. Berbarengan dengan itu, BPN membatalkan surat ukur tanah atas nama Hary Soenaryo dan hakim menghentikan pembangunan lahan, tahun 2000.
Setelah gugatan pidana menang, akhirnya Hj Hartati mengajukan gugatan perdata. Dan saat ini proses hukum gugatan ini berjalan di tingkat Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh pihak Hj Hartati.
Adapun PK tersebut dilakukan berdasarkan ditemukannya novum (alat bukti baru) dalam perkara ini. Ditanya lebih lanjut soal novum baru yang dimilik, Arie enggan menjelaskan secara detail.
“Yang pasti novum yang kita miliki makin memperkuat posisi Hj Hartati sebagai pemilik lahan yang sah. Kita memiliki dua poin penting dalam novum tersebut. Kita tunggu saja hasil putusan hakim MA,” ucap Arie. (tom)