Disebut Tidak Islami, Ini Sejarah Kue Klepon
Kue klepon mendadak viral di media sosial. Foto kue berbentuk bulat warna hijau isi gula merah dan ditaburi kelapa disertai tulisan yang membuat gaduh.
"Kue klepon tidak Islami. Yuk tinggalkan jajanan yang tidak islami dengan cara membeli jajanan islami, aneka kurma yang tersedia di toko syariah kami...Abu Ikhwan Aziz," demikian tulisan pada foto itu.
Foto kue klepon tidak islami ini telah dibagikan ke sejumlah akun media sosial Instagram dan Twitter, termasuk ke grup WhatsApp, hingga muncul ribuan komentar dari warganet.
Terlepas dari islami atau bukan, klepon adalah makanan tradisional. Tak hanya memperkaya kuliner nusantara, klepon juga dihargai sebagai salah satu warisan budaya yang menjadi simbol atas identitas kolektif suatu daerah atau kelompok sebagaimana dituliskan Bessire dalam buku Local Development Heritage: Traditional Food and Cuisine as Tourist Attractions in Rural Areas (1998).
Sejarah Klepon
Dalam bukunya berjudul Nostalgia Kue Tenong (2016) menulis, klepon bentuknya bulat, berukuran kecil. Warna umumnya hijau, dengan taburan kelapa parut yang gurih menambah cita rasa. Di dalamnya ada gula merah.
Saat digigit, gula merah itu meleleh memenuhi mulut, memberikan sensasi manis khas yang tidak berlebihan. Tekstur klepon yang kenyal mempunyai makna bahwa terkadang sesuatu yang alot akan terasa manis di kemudian hari sesuai dengan usaha yang dilakukan.
Mengutip Taste Atlas, klepon berasal dari Jawa. Sementara itu, hidangan yang sama juga ada di Sumatera, Sulawesi, dan Malaysia dengan nama onde-onde atau buah melaka. Dengan kata lain, kue jajanan pasar tersebut telah dikenal luas sebagai hidangan nusantara.
Kue ini juga disebut klepon oleh orang-orang Belanda. Sejak 1950-an, klepon telah diperkenalkan oleh imigran Indonesia ke Belanda dan tersedia di berbagai restoran Belanda, Cina, dan Indonesia sebagaimana disebutkan dalam buku Indisch leven in Nederland (2006) milik J. M. Meulenhoff. Bahkan, klepon dijual di toko-toko dan supermarket di seluruh negeri.