Disebut Bukan Warga Asli Dolly, Massa Penggugat Angkat Bicara
Menepis tudingan miring karena disebut bukan warga asli, dua pentolan warga Jarak-Dolly yang menggugat Pemerintah Kota Surabaya lewat class action pun akhirnya angkat bicara.
Subeki Yanto (56) dan S Ari Saputro (37), pun membantah jika dirinya disebut sebagai bukan warga asli eks lokalisasi Jarak-Dolly. Mereka bahkan berani menunjuk KTP-nya pada ngopibareng.id.
"Saya warga asli Jarak, mas. Kalau ada omongan begitu yang menuduh saya bukan warga sini itu dipastikan plintiran saja," ujar Yanto, saat ditemui ngopibareng.id.
Yanto, mengatakan dirinya sudah tinggal di kawasan merah Surabaya itu, bahkan sebelum Tri Rismaharini menjabat sebagai Wali Kota Surabaya.
Dulunya Yanto adalah penyedia jasa parkir, dan pengusaha warung kopi di Jarak-Dolly sejak tahun 2000-an. Saat lokalisasi ini ditutup pada tahun 2014, usahanya dan usaha-usaha warga lain pun berangsur menghadapi kebangkrutan.
"Saya sudah disini sebelum Risma jadi Wali Kota, kok bisa saya dibilang bukan warga sini," ujar Yanto, yang kini berprofesi sebagai pedagang es kelapa di Jarak ini.
Hal senada juga dikatakan oleh Ari Saputro. Menurutnya tuduhan yang dilontarkan beberapa pihak soal dirinya yang bukan warga asli Dolly adalah tudingan sembarangan.
Kepada ngopibareng.id, ia bahkan berani menunjukan rumahnya yang berlokasi di Putat Jaya gang 3c. "Tak duduhi omahku ta lek gak KTP kene," ujarnya dengan nada keras.
Saputro mengatakan, sejumlah 140 warga Jarak-Dolly yang menggugat Pemerintah Kota Surabaya dengan gugatan class action dan denda senilai Rp 270 Miliar rupiah itu memang bukanlah warga asli semua.
"Sebagian memang bukan warga asli ini, tapi mereka adalah pendatang yang menggantungkan nasibnya di wilayah ini bertahun-tahun lamanya," ujarnya.
Ia melanjutkan, kendati demikian, bukan sesuatu yang sah bila ada pihak-pihak yang mengatakan massa penggugat class action bukanlah warga Jarak-Dolly seluruhnya.
"Jangan seenaknya nuduh kami semua bukan KTP sini," kata dia kesal.
Sebelumnya, Wali Kota Risma mengatakan, warga yang melakukan gugatan terhadap Pemkot dan berupaya membuka celah munculnya kembali bibit-bibit prostitusi di kawasan itu, bukan lah warga asli Jarak ataupun Dolly.
"Yang menuntut itu kan sebagian kecil. Coba lihat KTP-nya," ujar Risma, saat ditemui di Gelora 10 Nopember, Tambaksari, Surabaya, Jumat, 31 Agustus 2018.
Tak sampai di situ, Ketua RT 5 RW 3 Putat Jaya, Nirwono Supriadi, (47) juga dengan tegas mengatakan bahwa kelompok penggugat itu sebenarnya bukan warga asli Jarak-Dolly, melainkan pengusaha tempat hiburan yang tinggal di sana.
"Dalam aksinya, mereka mengatasnamakan warga Dolly. Ini yang membuat kami jengkel. Padahal mereka bukan warga asli," kata Nirwono.
Gugatan class action warga eks lokalisasi Dolly sudah ditolak Pengadilan Negeri Surabaya pada Senin, 3 September 2018 lalu.
Warga eks lokalisasi itu, kini tengah merencanakan akan mengajukan upaya kasasi. (frd/amr)