Dirut PLN Diperiksa KPK Lagi
Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korups (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi suap kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Sofyan telah tiba di gedung KPK, Jakarta, Selasa 7 Agustus sekitar pukul 10.00 WIB untuk menjalani pemeriksaan.
KPK sedianya memanggil Sofyan pada Selasa pekan lalu sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited. Namun, saat itu yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan KPK karena sedang menjalankan tugas lain.
Selain Johannes, KPK juga telah menetapkan satu tersangka lainnya dalam kasus itu, yakni Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih.
Sebelumnya, KPK pada Jumat 20 Juli lalu telah memeriksa Sofyan juga sebagai saksi untuk tersangka Johannes.
Saat itu, KPK mendalami pertemuan-pertemuan yang diduga dilakukan oleh saksi dengan tersangka.
"Selain itu, dalam kapasitas saksi sebagai Dirut PLN, penyidik juga mendalami peran dan arahan saksi dalam hal penunjukkan Blackgold," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (20/7).
Sebelumnya, KPK telah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.
Diduga penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen "fee" 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
Penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari Johannes kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 sebesar Rp300 juta.
Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.
Adapun peran Eni adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.
Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. (an/rr)