Dirut BPJS Buka Peluang Bermitra dengan Klinik Berbasis Masjid
Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan membuka peluang kerjasama dengan masjid untuk menyediakan fasilitas kesehatan (faskes) bagi anggotanya. Namun, pengembangan faskes berbasis masjid harus tetap dilakukan secara profesional.
Kemungkinan masjid mengembangkan klinik mitra BPJS ini diungkapkan Direktur Utama BPJS Kesehatan dr Fahmi Idiris. "Jadi sangat mungkin dikembangkan klinik berbasis masjid," kata dokter yang juga Ketua Bidang Kesehatan dan Lingkungan Hidup PP DMI ini.
Ia mengemukakan hal itu di depan peserta Lokakarya Pencegahan Stunting Berbasis Masjid di Hotel Mercure Surabaya, Jumat (23/8/2019). Lokakarya yang diselenggarakan PP DMI dan DMI Kota Surabaya ini diikuti peserta dari Ponorogo, Trenggalek dan Bangkalan.
Lokakarya ini berlangsung selama tiga hari. Masing-masing DMI dari berbagai kabupaten mengirimkan utusan untuk dilatih menjadi kader pencegahan stunting. Dari masing-masing peserta lokakarya nanti diharapkan merekrut kader di masing-masing masjid di daerahnya.
Menurut Fahmi, ia menginginkan masjid memiliki kapasitas yang lebih dari sekadar mengembangkan kader pencegahan stunting. Tapi juga menjadi home base atau tempat pelayanan kesehatan bagi jamaah dan komunitas sekitarnya.
"Mengapa masjid tidak sekalian mengembangkan klinik berbasis masjid. Tentu klinik yang dikelola secara profesional sehingga bisa menjadi fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk anggota BPJS," katanya.
Dia menjelaskan, BPJS punya program menitipkan pesertanya ke klinik, Puskesmas dan dokter. Per peserta disediakan dana Rp 6 ribu per bulan. Setiap faskes BPJS menitipkan 10 ribu peserta. Jadi, faskes mitra BPJS mendapatkan Rp 60 juta per bulan.
Dana tersebut dialokasikan untuk biaya pelayanan peserta BPJS. "Jadi makin banyak yang sakit akan makin berkurang penghasilan faskes. Sebaliknya, makin jarang yang sakit, yang diperoleh faskes akan semakin tinggi," jelasnya.
Masjid punya potensi menjadi mengembangkan klinik mitra BPJS karena punya jamaah dan dekat dengan komunitas. Karena itu, klinik masjid punya potensi untuk mengembangkan peserta BPJS baru maupun menampung peserta yang pindah dari faskes lainnya.
"Tentu tidak bisa memaksa peserta yang sudah terdaftar di faskes lain untuk pindah. Namun, kalau asa peserta yang mau pindah tidak dilarang. Kalau klinik berbasis masjid lebih baik, merka pindah bukan hal mustahil," tambahnya.
Dia mengaku sudah banyak masjid yang sudah menyediakan faskes atau klinik. Namun, banyak yang tidak berkembang dan tutup karena tidak ada insentif untuk peserta. Karena itu, klinik masjid harus lebih baik dari faskes lainnya untuk bisa menarik peserta.
Selain mengembangkan klinik berbasis masjid, ia juga membuka peluang masjid bermitra dengan BPJS untuk menarik peserta baru dan menjadi tempat pembayaran iuran BPJS. Takmir masjid bisa membantu BPJS untuk mencari peserta baru dan menagih iuran.
"Tentu, jika bermitra dengan BPJS orientasi masjid bukan pada profit, tapi benefit," jelasnya. Ia yakin masjid bisa menjadi mitra yang efektif bagi BPJS karena komunitas di sekitarnya akan merasa lebih nyaman. Sebab, mereka dilayani 24 jam.
Lokakarya yang digelar PP DMI bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan ini sudah beberapa kalo digelar di Surabaya. Selain Fahmi, hadir di penutupan lokakarya Ketua PW DMI Jatim Roziqi dan Ketua DMI Kota Surabaya Arif Afandi.