Dirjen Kemendikbud: Gen Z Terancam Tak Warisi Nilai Kebudayaan
Upaya revitalisasi kebudayaan untuk generasi Z sejauh ini masih cenderung normatif. Karena itu, nilai-nilai kebudayaan yang telah diwariskan secara turun temurun terancam tidak dapat diwariskan kepada generasi Z.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Hilmar Farid, saat sambutan dalam kegiatan seminar Revitalisasi Kebudayaan di Hotel Dafam Fortuna Jember, Sabtu, 26 Agustus 2023 sore. Kegiatan tersebut terselenggara atas kerja sama Kemendikbud Ristek dengan Komisi X DPR RI.
Farid dalam paparannya menerangkan, upaya menanamkan nilai kebudayaan kepada Gen Z merupakan tanggung jawab bersama. Namun, fakta saat ini muncul kegelisahan terkait cara mewariskan kebudayaan tersebut kepada Gen Z.
Kegelisahan mencari metode mewariskan nilai-nilai kebudayaan tersebut, salah satunya karena generasi lama belum memahami lanskap kebudayaan. Sehingga upaya menanamkan nilai kebudayaan yang dilakukan cenderung normatif, tidak aplikatif.
“Upaya revitalisasi kebudayaan kita saat ini cenderung normatif, tidak aplikatif. Sibuk memberikan pemahaman anak harus begini dan begitu. Padahal waktu terus berjalan dan berkembang,” ujar Farid.
Tidak jarang orang tua memaksa anak menyukai tradisi yang sudah dialami dan dijalankan orang tua. Padahal jarak antara masa para orang tua dulu dengan Gen Z sudah terlalu jauh.
Padahal, upaya paksa memahami tradisi orang tua, hanya akan melahirkan kepedulian yang bersifat temporer. Gen Z pada akhirnya akan merasa peduli terhadap budayawan dan seniman hanya pada waktu-waktu tertentu atas dasar belas kasihan.
Farid juga menyinggung penggerak seni dan budaya yang cenderung sibuk menggelar diskusi, tetapi jarang turun ke lapangan. Farid juga mengajak seniman dan budayawan memperhatikan kualitas dalam memproduksi sesuatu agar memikat daya tarik yang alami, bukan karena diajak dan atas dasar belas kasihan.
“Sering kali yang dilakukan saat ini tidak memperhatikan kualitas. Lebih banyak memproduksi sesuatu dan mengharap orang menerima. Dasarnya belas kasih, karena tidak enak dan sebagainya,” jelasnya.
Lebih jauh, Farid mengimbau agar budayawan dan seniman mencari relevansi nilai-nilai kebudayaan dengan perkembangan teknologi informasi. Sebab, salah satu hal yang berpengaruh besar terhadap perubahan adalah teknologi informasi.
Selama masih ada Gap antara keinginan orang tua dengan Gen Z, kebudayaan Indonesia akan sulit mengejar perkembangan kebudayaan negara lain. Salah satunya, kebudayaan Korea Selatan yang saat ini banyak dinikmati Gen Z di Indonesia.
“Revitalisasi budaya tidak bisa dilakukan dengan partisipasi satu arah. Harus mengarahkan Gen Z dengan teknologi informasi agar menemukan relevansi. Ketika menemukan relevansi teknologi informasi dengan kebudayaan, itu akan dijadikan motivasi,” pungkasnya.
Sementara Anggota Komisi X DPR RI H. Muhamad Nur Purnamasidi mengatakan, negara harus merumuskan langkah untuk menjawab kebutuhan Gen Z. Degan kebijakan tersebut nanti Gen Z dapat memiliki gambaran secara mandiri terkait kebudayaan yang ingin dikembangkan.
Tentunya, negara juga harus memberikan ruang mengapresiasi kreativitas bagi Gen Z. Gen Z sudah tidak bisa lagi dipaksa melakukan hal yang identik dengan perilaku para orang tua.
Sebab, Gen Z sudah memiliki referensi yang berbeda, yakni terpusat pada teknologi. Tugas orang adalah dengan melakukan transformasi nilai kebudayaan dengan memanfaatkan teknologi yang menjadi sumber referensi Gen Z.
Jika generasi orang tua menerapkan nilai kesopanan dengan cara mencium tangan orang yang lebih tua. Maka, Gen Z tidak harus dipaksakan melakukan hal yang sama.
Sebab, nilai kesopanan masih bisa dilakukan, salah satunya dengan cara minimal tidak berkata kasar kepada orang yang lebih tua.
“Standar nilai harus dikompromikan. Sehingga saat Gen Z memproduksi sesuatu tidak merasa melanggar nilai. Misalkan ada Gen Z yang menampilkan Tarian Reog dengan konsep yang berbeda, harus kita terima sebagai sebuah kreativitas, kita hanya perlu memastikan nilai yang terkandung di dalamnya masih tetap,” kata Bang Pur.
Advertisement