Dirjen Kemendag Tersangka Minyak Goreng, Mendag Diminta Mundur
Kejaksaan Agung mengumumkan empat tersangka dalam kasus mafia minyak goreng. Salah satunya adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana. Faisal Basri menggambarkan penetapan itu sebagai "Maling teriak Maling. Menteri Perdagangan M Luthfi juga diminta mundur.
Cuitan Faisal Basri
Pakar ekonomi Faisal Basri mengomentari penetapan tersangka Dirjen Daglu Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana dalam kasus mafia minyak goreng yang diusut oleh Kejaksaan Agung.
Menurut Faisal Basri, ditetapkannya satu tersangka dari lingkungan pemerintah, serupa pepatah Maling teriak Maling. Hal itu disampaikan lewat cuitan Twitternya.
"Ini namanya maling teriak maling," katanya dilihat Ngopibareng.id, pada Rabu 20 April 2022. Cuitan itu setidaknya telah diretweet seribu kali dan disukai lebih dari 3 ribu kali.
Ini namanya maling teriak maling --> https://t.co/AuJpN3JSv7
— Faisal Basri (@FaisalBasri) April 19, 2022
Maksud Faisal Basri
Cuitan itu menurut Faisal Basri menggambarkan kegaduhan yang bersumber dari pemerintah, sekaligus penetapan tersangka yang juga dilakukan lembaga pemerintah pada pejabatnya.
"Jadi pemerintah sendiri, aduh maaf ya, yang menciptakan kelangkaan dan keruwetan minyak goreng." katanya dikutip dari kompas.com, Rabu 20 April 2022.
Diketahui pemerintah menetapkan dua harga minyak sawit mentah. Tindakan ini dilakukan karena pemerintah mengenakan tarif pajak eksportir yang menjual CPO ke luar negeri.
Namun di sisi lain, pemerintah tidak mengenakan pajak jika eksportir menjual CPO ke pabrik biodesel.
Mendag Diminta Mundur
Sementara, kemelut mafia minyak goreng menyebabkan wacana pencopotan Menteri Perdagangan M Luthfi keluar. "Menteri Perdagangan sebaiknya mengundurkan diri karena gagal melakukan pengawasan internal," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, dalam keterangan tertulis, dikutip dari tempo.co, Rabu 20 April 2022.
Menurut Bhima, akar masalah kelangkaan minyak goreng ini karena adanya disparitas atau perbedaan yang besar antara harga minyak goreng yang diekspor dengan harga di dalam negeri.
Kondisi ini dimanfaatkan para mafia untuk melanggar kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) dari minyak goreng.
"Artinya, yang salah bukan kebijakan DMO untuk penuhi pasokan di dalam negeri tapi masalahnya di pengawasan. Pasokan minyak goreng kemasan memang seharusnya aman ketika HET dan DMO diterapkan," kata Bhima.
Dia melanjutkan, ini terbukti dari stok minyak goreng hasil DMO per 14 Februari - 8 Maret 2022 telah mencapai 573.890 ton, melebihi kebutuhan bulanan. Kalau terjadi kelangkaan maka Bhima menganggap jelas ada kongkalikong produsen dengan oknum kementerian.
Selain itu, Bhima juga meminta agar Kejagung mengusut jaringan mafia minyak goreng. Karena, kata dia, tidak mungkin hanya dua perusahaan yang diduga melakukan suap terkait perizinan ekspor minyak goreng.
"Pemain besar yang menguasai 70 persen lebih pasar minyak goreng harus dilakukan penyidikan. Pelaku di internal pemerintahan yang terlibat juga harus dibongkar secara tuntas sehingga kasus ini tidak terulang kembali," tandasnya.
Advertisement