Pagari Mahasiswa Baru, Tanamkan Nilai Luhur Pancasila
Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan-Indonesia (PSIK-Indonesia) Yudi Latif menegaskan upaya Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud memagari karakter mahasiswa baru dengan nilai-nilai luhur Pancasila, langkah yang tepat.
Ia menilai ini merupakan terobosan baru bagi Dirjen Dikti dalam mengaktualisasikan Pancasila di kalangan mahasiswa baru.
Hal itu dikatakan Yudi Latif ketika menjadi narasumber dalam Webinar Penguatan Wawasan Pancasila Bagi Mahasiswa Baru di Jakarta Sabtu 3 Oktober 2020.
Dalam Webinar diselenggarakan Dirjen Dikti, Yudi Latif memaparkan bahwa Indonesia sebagai negara yang memiliki keragaman hayati terkaya di dunia dan negara dengan multietnik terbesar di dunia bisa menyatu dengan keluasan jiwa berkat Pancasila.
"Dengan wawasan dan daya baca yang kuat terhadap nilai-nilai luhur Pancasila, bangsa Indonesia bisa menyatu dalam perbedaan agama, suku dan etnis," kata Yudi.
Jaringan pergaulan lintas budaya, dikatakan, perlu ada perekat yang bisa mengikat keragaman tersebut. Dan perekat itu adalah Pancasila.
Cendekiawan muda yang pernah nyantri di Pondok Pesantren Darussalam Gontor Ponorogo, Jawa Timur, menyebut Pancasila telah menyatukan berbagai keragaman dengan dasar penyederhanaan dari yang kompleks, untuk menyatukan dengan warna lima dasar, yang menjadi filsafah hidup bangsa Indonesia.
Sila pertama meyakini manusia itu ada, diadakan oleh Yang Maha Ada dan dari cinta kasih bagi Sang Pencipta, dengan selalu ada kerinduan serta kata-kata sifat dengan makna yang sesuai dengan kita harus mencerminkan sifat-sifat Ketuhanan.
Dan manusia selalu bersama dengan yang lain dengan cinta yang disebut sebagai peri kemanusiaan yang adil dan beradab.
Manusia harus hidup dengan konkret di ruang majemuk serta adanya cinta kasih dengan cara mengembangkan yang disebut semangat kebangsaan.
Memecahkan masalah yang ada dengan dasar cinta kasih dan musyawarah dengan arif dan bijaksana.Mendengar perkataan dari siapapun dengan mengambil perkataan yang baik dan benar.
Sila terakhir keadilan sosial untuk mengembangkan kesejahteraan berdasarkan kasih sayang yang disebut dengan gotong royong.
Dengan makna kekeluargaan dan bersedia berkerja sama untuk kebahagian bersama.
Cara untuk mencapai kebahagian dengan visi dan misi sesuatu yang dibayangkan dan akan diwujudkan menjadi bangsa yang merdeka, bermoral, berdaulat, adil dan makmur dan harus mengemban misi dengan melindungi segenap bangsa dengan tumpah darah. Serta memajukan kesejahteraan umum dengan lahir dan batin dengan mencerdaskan kehidupan bangsa agar dapat mencerdaskan diri dan ikut melaksanakan ketertiban dunia untuk perdamaian dunia.
Dalam hal masyarakat harus lebih dahulu mendamaikan orang-orang terdekat dengan saling melindungi dengan budayakan tertib serta mencerminkan kedamaian.
Karena itu, Yudi Latif berpandangan masa pandemi adalah alat uji terhadap pemahaman Pancasila. Yang biasanya sibuk berlomba untuk kepentingan sendiri, oleh Covid-19 dipaksa untuk memahami bahwa manusia tidak bisa berdiri sendiri. Namun harus berkerja sama dengan yang lain. Contohnya dengan menggunakan masker, alat pelindung diri (APD) dan sebagainya.
Kata Yudi, ada kelompok masyarakat yang tidak bisa mandiri, karena sering kali merasa dirinya kecil. Padahal besar kecilnya suatu bangsa terletak pada tekad dan kepercayaan diri. Sebab itu tingkat kepercayaannya harus tinggi dan tidak boleh merasa lebih rendah dan kepercayaan diri harus ditambah dengan pengetahuan seperti teknologi yang harus dikembangkan.
"Rasa rendah diri itu harus dihilangkan dengan kerja keras supaya tidak selalu di bawah," pesan Yudi Latif.