Dirikan Sekolah Darurat, Ini Gerak NU Peduli Lombok
Memasuki masa rehabilitas usai gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) mengundang empati khususnya para relawan dan dermawan. Mereka saling membantu warga, termasuk mendirikan sekolah darurat.
Hal ini seperti dilakukan koordinator lapangan Tim NU Peduli, Yek Agif Al-Qadri di Desa Malaka Kecamatan Pemenang Lombok Utara . Bersama relawan lain, ia menyapa anak-anak di sejumlah pengungsian lewat sekolah darurat.
"Anak-anak harus diberi semangat menghadapi masa rehabilitasi ini, karena mereka akan merasakan yang berbeda di saat masa tanggap darurat," ujar Agif, sapan akrabnya di Posko Utama NU Peduli, jalan Pendidikan Nomor 6 Kota Mataram , dikutip ngopibareng.id, Sabtu 1 September 2018.
"Kami mendata dan melihat di mana lokasi yang bisa dijadikan tempat sekolah darurat. Hal tersebut berlaku bagi semua tingkatan sekolah maupun madrasah yang ada di Lombok," kata Agif, dari Tim NU Peduli Lombok.
Karena itu, ia turun ke lapangan dalam rangka mendata dan melihat di mana lokasi yang bisa dijadikan tempat sekolah darurat. Hal tersebut berlaku bagi semua tingkatan sekolah maupun madrasah yang ada di Lombok. Dia juga akan memulai pemasangan tenda sekolah darurat yang ada di Desa Malaka, Lombok Utara.
Sekolah darurat yang terbuat dari tenda peleton tersebut masing-masing lokal akan memuat setidaknya 30 siswa dengan target berjumlah lima lokal di tiap titik.
"Insyaallah ini yang sedang kita fokuskan di NU Peduli Lombok," tandas Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama atau LPBI NU NTB ini.
Satu Komando NU Peduli
Sementara itu, Kepala Satsusnas Bagana atau Banser Siaga Bencana, Chabibullah, di Lombok, Sabtu 1 September, mengatakan, berbagai Banom dan lembaga yang masuk dalam naungan NU berkumpul menjadi satu di Posko NU Peduli. Lokasinya di kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) NTB.
Untuk mensinergikan sistem penanganan tanggap darurat mulai tanggal 29 Juli, kata dia, Bagana menerapkan adanya posko induk dan podko antara serta posko lapangan.
Hal ini dilakukan karena luasan dampak gempa yang terjadi. Yaitu di Mataram, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Utara dan Lombok Timur.
“Posko induk ditempatkan di gedung PW NU NTB sebagai tempat berhimpunnya semua elemen dari Banom dan lembaga yang ada di NU,” jelasnya.
"Selain itu, harus adanya jalinan kebersamaan dan persaudaraan karena semua elemen tergabung di dalam naungan NU," kata Chabibullah.
Chabibullah mengungkapkan, ketua tim relawan harus mengidentifikasi kebutuhan pengungsi yang diperlukan masyarakat.
"Selain itu, harus adanya jalinan kebersamaan dan persaudaraan karena semua elemen tergabung di dalam naungan NU," ungkapnya.
"Bentuk persaudaraan inilah yang akan bisa memperetat rasa empati dan simpati terhadap nahdliyin pada khususnya, dan masyarakat sekitar secara umum," jelas dia.
Chabib menambahkan, tanggap darurat tidak boleh hanya sekali penangganan, namun harus kontinyu dan rutin, sehingga penangganan pascabencana bisa optimal. "Selain itu harus ada assesmen lapangan secara detail dan real time," katanya.
"Saat ini Bagana dan PBNU telah membagi beberapa klaster tipe kebencanaan, sekaligus kesehatan. Bagana dan PBNU sebelumnya menetapkan tanggap darurat sampai tanggal 25 Agustus," ujarnya.
PWNU NTB menjadi posko induk bencana gempa Lombok, sedangkan tempat yang menjadi lokasi kerumunan relawan dikategorikan pos.
Mohammad Ghofirin, Kepala Humas Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya atau Unusa menambahkan, kampusnya turut berpartisipasi karena korban gempa Lombok merupakan saudara, terlebih Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim menginstruksikan pengiriman relawan.
Hal ini direspons positif pimpinan Unusa agar mengirimkan relawan dari Unusa. "Unusa berpartisipasi secara langsung ke lokasi bencana gempa Lombok NTB," ujarnya.
Selama ini yang terpantau aktif menangani dan memberikan sumbangsih berarti untuk gempa Lombok lumayan banyak. Baik dari unsur NU, Banom, lembaga, hingga kampus dan masyarakat secara umum. (adi)