Direktur RS Mata Undaan soal Perkembangan Dunia Oftamologi di Indonesia
Dr. Sahata Napitupulu, Sp.M(K), Direktur Utama RS Mata Undaan, menjelaskan eksistensi salah satu cabang ilmu kedokteran, yakni oftamologi, sebagai ilmu yang diaplikasikan untuk merawat dan mengobati masalah terhadap penglihatan manusia.
Dokter Sahata menerangkan, ilmu oftamologi mencakup berbagai aspek. Mulai dari pencegahan, perawatan hingga rehabilitasi terhadap gangguan mata.
"Oftamologi adalah ilmu yang mempelajari perawatan dan pengobatan mata, ini juga terbagi dalam berbagai subspesialis yang ada untuk mengatasi dan merehabilitasi penyakit mata," ujarnya.
Subspesialis atau aliran dalam oftamologi juga terbagi dalam belasan komponen, yang masing-masingnya harus dapat dikuasai oleh para oftamolog.
"Ada subspesialis kornea, lensa, dan bedah reftarktif, itu digabung tapi ada di beberapa tempat dipisah. Ada subspesialis infeksi juga dipisah dengan imunologi, ada rekonstruksi, okuloplasti, dan orbita keganasan pada mata," paparnya.
"Vitreoretina, glaukoma, subspesialisasi khusus refraksi dana koreksi tajam penglihatan namanya refraksi dan optimasi visual, pediatrik optamologi, stratbismus atau mata juling, neurooptamologi, dan oftamologi komunitas," lanjutnya.
Dokter Sahata menjelaskan, untuk dapat menjadi spesialis optamologi, seorang dokter umum memerlukan waktu belajar hingga 9 tahun, termasuk masa intern dan spesialisasi.
Di sisi lain, menurut Dokter Sahata kualitas pelayanan kesehatan mata di tanah air sudah mumpuni. Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan.
"Institusi pelayanan kesehatan mata di Indonesia sudah banyak dan berkualitas, seperti yang ada di RS Mata Undaan, yang masih menjadi problem bagi pemerintah sebagai pemangku kebijakan adalah distribusi dokter mata yang belum merata, terutama untuk wilayah di luar Pulau Jawa, untuk Asia-Pasifik, dokter spesialis kita bisa menjadi presiden dalam bidang oftamologi, artinya kita sudah diakui di dunia internasional," jelasnya.
Dalam hal perkembangan teknologi rehabilitasi gangguan mata, dr. Sahata mengakui bahwa Indonesia masih perlu menyesuaikan standar pelayanan penanganan penyakit mata dengan cepat.
"Koding diagnosa dan koding tindakan yang kita miliki perlu disesuaikan dengan teknologi terbaru untuk meningkatkan pelayanan medis, kita sekarang dituntut digitalisasi semua, akhir tahun harus digitalisasi padahal kodingnya belum ada, padahal kalau digitalisasi harus ada koding, bukan hanya peran pemerintah, tapi kerjasama dengan semua organisasi profesi yang terlibat," jelasnya.
Dalam bidang riset dan inovasi, Dokter Sahata juga menerangkan, RS Mata Undaan saat ini sedang mengembangkan teknologi baru untuk mengatasi gangguan mata, yakni glaukoma dan penyakit pada retina, meskipun hingga saat ini masih dalam tahap riset dan sedang melewati proses regulasi yang ketat.
"Kami berharap inovasi ini dapat segera membantu untuk meningkatkan layanan kami kepada para pasien di RS Mata Undaan," pungkasnya.