Diplomasi RI-RRT, Rancang Kemitraaan Strategis Komprehensif
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno L.P. Marsudi mengatakan, tahun 2020 yang merupakan perayaan 70 tahun hubungan RI-Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
"Hal itu menjadi momentum penting bagi penguatan Kemitraaan Strategis Komprehensif RI-RRT," ujar Retno Marsudi dalam pertemuan dengan Menlu RRT, Wang Yi di sela-sela Pertemuan Asia Europe Meeting Foreign Minister Meeting (ASEM FMM) ke-14 di Madrid, Senin, 6 Desember 2019.
Pertemuan ini merupakan pertemuan ketiga Menlu RI dan Menlu RRT pada tahun ini. Ini menandakan intensitas kerja sama kedua negara yang begitu tinggi.
Menlu Wang Yi sampaikan rencana kunjungan ke Indonesia pada awal tahun 2020. Menlu RI sambut baik rencana kunjungan tersebut.
Selain itu, Indonesia dan RRT menegaskan arti penting dari integrasi ekonomi kawasan. Indonesia harapkan agar integrasi ekonomi dapat hasilkan kerja sama yang menguntungkan (win-win).
Menlu RI juga mengapresiasi penanganan Pemerintah RRT telah mendukung proses pemulangan 20 WNI yang menjadi korban skema pengantin pesanan sejak bulan September 2019. Ke depan, kerja sama penanganan perdagangan manusia perlu ditingkatkan.
Di akhir pertemuan, Menlu RI meminta informasi mengenai perkembangan situasi di Xinjiang. Menlu RRT menegaskan komitmennya bahwa kebebasan beragama umat muslim di Xinjiang dijamin oleh negara.
RRT merupakan mitra dagang terbesar Indonesia, total nilai perdagangan Indonesia – RRT pada tahun 2018 mencapai USD 72,6 milyar. Selain itu, RRT merupakan investor asing ketiga terbesar, dengan total nilai investasi pada tahun 2018 mencapai angka USD 2,3 milyar.
RRT dan Uighur
Catatan ngopibareng.id, terkait RRT belakangan di Indonesia menjadi perhatian atas kasus Muslim Uighur di provinsi Xinjiang yang menghebohkan.
Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, dari data yang diperolehnya, di Xinjiang terdapat beberapa blok migas, sumur gas, dan pipa gas. Bahkan, dalam catatan PP GP ANsor, pernah ditawarkan 30 blok migas di tahun 2017.
"Semua bloknya onshore (di daratan). Jadi, berita tentang etnis Muslim Uighur dengan segala bumbunya seperti ditulis the Wall Street Journal, saya kira perlu ada klarifikasi. Jangan-jangan ini hanya soal ingin menguasai lahan di Xinjiang yang kaya akan sumber daya alam saja" tandas Gus Yaqut, sapaan akrab Ketum GP Ansor ini, Senin 16 Desember 2019.
Tokoh asal Rembang ini mengungkapkan hal itu, terkait tudingan persekusi yang dialami etnis Muslim Uighur di Xinjiang yang diduga berlatar belakang ekonomi.
Menurut Yaqut, berdasar data yang diperoleh pihaknya dan kemudian diolah, kasus yang menimpa etnis Uighur di Xinjiang ini tak lain soal penguasaan lahan saja. Isu agama, budaya dan lainnya, lanjut Yaqut, membuat motif aslinya tampak kabur, dan membuat kasus menjadi semakin rumit.
Sebab itu, kata Gus Yaqut, GP Ansor memilih bersikap hati-hati. Namun demikian dia mendesak adanya klarifikasi yang cepat sekaligus tepat dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tiongkok, maupun Kementerian Luar Negeri RI mengenai hal ini, dan mendiskusikan apa yang bisa dan sebaiknya Indonesia lakukan untuk menciptakan perdamaian dunia, termasuk di Xinjiang.