Diplomasi Nyiur Hijau dan Suhu Politik Kita
Bulan Mei 1914 lahir seniman Betawi kesohor yang namanya diabadikan sebagai nama pusat kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki dan beliau wafat juga pada Mei 1958. Lagu ciptaannya Rayuan Pulau Kelapa terkenal di seantero dunia pada dekade 1950-an dan pernah menjadi media diplomasi Indonesia lewat budaya. Dan menjadi lagu yang sangat terkenal di Rusia dipopulerkan oleh penyanyi Maya Golovna dan komposernya Vitaly Geviksmal.
Lagunya indah dan melankolis sehingga selalu menjadi lagu penutup TVRI sampai akhir 1990 an. Syair lagu melukiskan keindahan alam Indonesia, flora dan kepulauan serta kekayaan alam anugrah Tuhan ..... potongan syairnya antara lain:
Negeri elok amat kucinta, Pulau kelapa yang amat subur, Pulau melati pujaan bangsa. Melambai lambai, Nyiur di pantai
dan seterusnya
Mari kita kenang sang Penyair pada bulan wafatnya Mei ini.
Suhu Politik Meningkat
Dua gelombang unjuk rasa mahasiswa selama Ramadhan telah menimbulkan resonansi politik yang luas. Salah satu indikasinya tampak dari pengakuan Menko Polhukam Prof Mahfud MD yang disampaikan via medsos tentang carut- marut persoalan bangsa saat ini yang menurutnya memerlukan keharusan seorang ”presiden yang kuat” dalam pemilihan presiden yang akan datang. Suatu pengakuan jujur dari seorang tokoh intelektual yang telah teruji integritasnya.
Dengan mencermati perkembangan politik, keamanan dan ekonomi nasional selama ini, mungkin kita bisa memahami apa yang dimaksudkan oleh Pak Mahfudz MD. Salah satu yang menonjol dan cukup mengagetkan adalah adanya kesan suatu kabinet yang kurang solid. Contoh soal yang konkret adalah tidak adanya kekompakan suara kabinet atas isu krusial perpanjangan periodesasi jabatan presiden. Padahal Presiden Joko Widodo jelas menolak isu perpanjangan tersebut.
Tidak menjadi rahasia lagi, dalam periode kedua (masa kepresiden Jokowi) ini, tampak ada kemunduran dalam penanganan korupsi-kolusi-nepotisme (KKN) yang merupakan salah satu visi reformasi 1998. Visi penting lainnya yang kurang greget pelaksanaannya adalah pemeliharaan iklim kebebasan dan sebaliknya terkesan cendrung represif. Tercatat juga makin maraknya politik identitas dan berkembang menjadi polarisasi politik atau pembelahan masyarakat yang potensial merusak persatuan.
Meskipun pembangunan ekonomi sebelum pandemi berjalan baik, tetapi karena pandemi sejak awal 2021,perkembangannya cenderung melambat. Apalagi kemudian diikuti dengan perang dagang AS vs RRC dan menyusul kemudian perang Rusia vs Ukrana. Perkembangan internasional tersebut menimbulkan pengaruh negatif terhadap perekonomian Indonesia akhir akhir ini seperti kelangkaan dan kenaikan berbagai kebutuhan bahan kebutuhan pokok dan bahan bakar.
Memasuki tahun 2022 atau tahun politik, mulai tampak makin kurang solidnya koalisi kabinet. Partai anggauta koalisi masing masing mulai mempersiapkan diri dalam persaingan politik termasuk di dalamnya konsolidasi pendanaan. Bahkan beberapa menteri secara sembunyi- sembunyi melakukan safari mencari dukungan.
Presiden Jokowi tampaknya merasakan kurangnya soliditas kabinet dan ketidakpuasan itu terlihat dari berbagai pernyataan Presiden yang bernada memberi teguran, baik bernada sindiran atau ataupun secara terbuka. Tindakan tegas dalam bentuk tindakan hukum yg dilakukan oleh Kejagung terhadap pejabat eselon satu dari suatu kementerian yang diduga memberi izin ekspor crude palm oil merupakan contoh soal teguran secara hukum.
Di luar isu sosial politik dan ekonomi di atas, isu lain yang menonjol di masyarakat adalah isu khusus tentang tenaga kerja ilegal dan imigran gelap dari RRC. Biasanya isu tersebut dikaitkan dengan isu kebangkitan kembali PKI. Meskipun ada pro dan kontra di masyarakat terhadap isu diatas, tetapi isu berkembang sedemikian rupa menambah tajamnya polarisasi politik di masyarakat sehingga memerlukan penanganan tersendiri karena melibatkan memori sejarah bagi mereka pernah berjuang pada sekitar 1965.
Di tengah suhu politik nasional yang meningkat dan situasi internasional yang tidak pasti seperti digambarkan diatas ,unjuk rasa mahasiswa, pemuda, kaum buruh (yang konon akan mempersoalkn Omnibus Law) akan berlangsung. Tindakan represif sebaiknya dilakukan seminimal mungkin.Sebaliknya membangun suasana dialogis sesuai dengan pengalaman dalam merespons aksi 411 dan 212 beberapa tahun lalu, kiranya kita akan dapat menjadikan aksi yang akan datang untuk mencapai konsensus dan tujuan nasional yang lebih visioner untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan berbangsa.
Aksi Mahasiswa Pasca-Lebaran?
Aksi Gerakan mahasiswa selama bulan Puasa selain berhasil mencegah pengingkaran konstitusi cq perpanjangan periode presiden, juga mampu melukai kedigdayaan Olygarki kekuasaan. Unjuk rasa mahasiswa menjadi daya dorong Kejagung membongkar korupsi pejabat Kemendag dengan Oligarki. Lebih jauh aksi mhsw juga mampu mengusik kenyamanan beberapa pejabat teras.
Banyak pihak yang berharap agar aksi mahasiswa selanjutnya tetap berdasarkan idealisme menjaga perjalanan demokrasi di atas rel konstitusi dan tujuan bernegara. Jangan sampai ditumpangi penumpang gelap yang dapat merusak dan menarik aksi mahasiswa kearah anarkhi dan kepentingan politik pihak tertentu. Sejauh ini ada indikasi kemungkinan akan masuknya penumpang gelap tersebut.
Aksi mahasiswa juga telah menunjukkan semangat persatuan yang kuat diantara mereka . BEM NUS, BEM Si dan AMI menjadi barisan yang solid, militan dan cukup disiplin. Aksi mahasiswa juga tidak terpengaruh oleh kasus pengeroyoan “Ade Armando” dan tetap tegak lurus menolak pembelahan masyarakat atau polarisasi politik, suatu politik pecah belah yang menjadi wabah demokrasi sejak 2016.
Aksi mahasiswa selama ini terjadi tidak hanya di Jakarta saja, tetapi juga di kota kota besar lainnya. Jumlahnya relatif tidak besar karena berkenaan dengan bulan Puasa. Namun, menyusul liburan Idul Fitri usai, jumlahnya diperkirakan akan jauh lebih besar. Elemen elemen lain akan melibatkan diri diantaranya elemen buruh, pemuda dan lain-lainnya.
Agenda pokok yang menjadi pemicu gerakan , “perpanjangan periodesasi presiden“ sudah mendapat respon positif dari Presiden Joko Widodo. Namun demikian agenda lainnya tidak kalah penting dan menarik antara lain turunkan harga, ketimpangan ekonomi, tuntutan pelengseran dan reshuffel kabinet dllnya. Bahkan tuntutan turunkan harga menjadi isu yang menyentuh langsung emosi masyarakat.
Isu-isu tersebut memang sudah sering kita dengar selama ini bahkan hampir setiap waktu. Tetapi persoalannya yang penting dicatat bahwa tahun ini memasuki “tahun politik”, hajatan lima tahunan Pemilu, seperti Pilpres, DPR /DPD/DPRD. Bahkan untuk kali pertama kepala daerah dipilih secara serentak. Bisa dibayangkan betapa tingkat kesibukan para penyelenggara dan insan politik negeri tercinta serta aparat keamanan dan intelijen.
Dalam suatu dinamika yang sangat tinggi, berbagai kemungkinan bisa terjadi secara tidak terduga. Pemicu konflik bisa datang dari luar atau dalam negeri. Berdasarkan pengalaman, kesalahan sedikit saja bisa berakibat fatal misalnya “pernyataan tokoh yang kontroversial atau tidak proporsional “.
Oleh karena itu, diperlukan kewaspadaan tinggi dari pihak pihak yg bertanggung jawab sesuai bidang masing-masing. Monitoring perkembangan ipoleksosbudkam secara cermat dan disertai dengan ketepatan orientasi dan antisipasinya. KPU dan Bawaslu akan mempunyai beban kerja yang luar biasa.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat Sosial-Pilitik, Wa-Ka BIN 2000-2001, Mustasyar PBNU 2022-2027. Tinggal di Jakarta.