Diplesetkan Gulai Tikus, Gultik Blok M Jaksel Tetap Laris Manis
Gultik atau gulai tikungan, kuliner kaki lima di Blok M, Jakarta Selatan (Jaksel) ini sering diplesetkan menjadi 'gulai tikus'. Tetapi pengunjungnya tetap ramai. Dagangannya laris manis. Warung beratap langit tongkrongan anak muda di waktu malam ini, sudah ada sejak 1982.
Kuliner legendaris ini masih digemari hingga sekarang. Contoh terkini, Gultik Blok M jadi jujugan para suporter Timnas Indonesia, usai nobar Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia, antara Timnas Garuda melawan Filipina di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) Senayan, Selasa 11 Juni 2024 malam.
Berkah bagi pedagang Gultik Blok M. "Laper setelah nonton Timnas mengalahkan Filipina dan lolos ke babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026," ujar seorang suporter yang masih memakai jersey Timnas Indonesia dengan gembira.
Gultik merupakan masakan khas Indonesia dari olahan daging sapi ditambah jeroan. Bumbunya aneka rempah-rempah nusantara. Rahasia resep Gultik bertumpu pada aneka rempah-rempah yang masuk ke dalam kuahnya yang bergolak saat direbus di atas bara api.
Seporsi gultik isinya nasi putih disiram kuah gulai panas. Isinya potongan daging sapi, kerupuk, dan sambal. Menurut bahasa Jawa, porsinya yang sedikit juga kerap diberi celetukan bahwa gultik berarti 'gulai sitik' atau sedikit. Harga per porsinya adalah Rp 10.000 sampai Rp 20.000, tergantung varian isi dagingnya.
Gultik sudah menjadi makanan ikonik di Jakarta Selatan. Makanan yang berasal dari Jawa Tengah ini, jadi kuliner kaki lima ternama di perempatan Mahakam, Blok M, Bulungan dan sekitarnya.
Ciri khas gultik, semua pedagang menjajakan jualannya menggunakan pikulan sederhana. Lengkap dengan kursi-kursi plastik untuk pembeli makan di tempat. Beberapa sering makan di mobil. Porsinya sengaja dibuat sedikit supaya pembeli nambah.
Sekitar 30 penjual gultik yang tersebar di daerah Blok M dengan tampilan yang sama, nyaris tidak ada bedanya. Tapi dari sekian banyak yang berjualan gultik di daerah Blok M, salah satu yang paling laris dagangan Pak Agus Budi.
Gultik yang satu ini sudah berjualan di Blok M sejak 1982, ketika Blok M masih sepi belum seramai sekarang. Lokasi gultik Pak Agus Budi, persis depan perempatan Blok M Plaza, di bawah lambang matahari.
Salah seorang karyawan gultik Pak Agus Budi menjelaskan, pemiliknya sudah tua sehingga ia hanya mengawasi proses masak gultik di rumah. Sedang yang berjualan adalah karyawannya.
"Kalau bahas sejarahnya, penjual gultik ini mulai banyak di Blok M sejak tahun 1980-an. Karena di era itu, Blok M dan sekitarnya ini jadi pusat tongkrongan anak-anak muda pada masanya. Dulu kan masih jarang kafe-kafe. Jadi Gultik menjadi tempat nongkrong," tutur Pak Ade kepada Ngopibareng.id, Selasa malam.
"Di sini yang jualan Gultik itu puluhan, dan letaknya itu berdekatan alias berjejer. Jadi kita sebagai penjual harus aktif menawarkan dagangan kita ke calon pembeli yang lagi bingung mau makan gultik di mana," sambungnya.
Menurut Pak Ade, selain keterampilan marketing 'jemput bola' yang menawari calon pembeli langsung. Pak Ade juga menjamin rasa gultik Pak Agus Budi ini berbeda dari yang lainnya.
"Gultik sudah ada dari tahun 1982. Pelanggannya pun banyak dari anak-anak muda sampai yang sudah tua. Pengunjung memuji rasa gultik di sini itu, katanya beda dengan gultik lainnya, rempah dan bumbunya itu lebih terasa, lebih 'ngikat' gitu bahasanya," ungkap Pak Ade yang sudah tahunan menjadi karyawan Pak Agus Budi.
Gultik dagangan Pak Agus Budi, potongan daging yang digunakan bagian has dalam, tanpa lemak. Tapi mereka juga pakai potongan daging berlemak atau sandung lamur, untuk pembeli yang suka daging berlemak.
"Kalau dari segi resep kita di sini pakai aneka rempah. Terus santannya juga dipilih yang kualitas kelapanya bagus. Salah satu rempah wajib itu ada kunyit, lengkuas, sereh, pakai daun salam juga. Terus proses masak gulai ini sampai tiga jam. Jadi kita masak jam satu siang, buat dibawa jualan jam empat sore, jadi memang gulainya itu masih fresh," tutut Pak Dedi, yang bertugas meracik pesanan pembeli.
Untuk menu nasi gulai campur, harganya Rp 15.000. Sudah dapat 6-7 potong daging sapi. Sementara untuk menu nasi gulai yang dipisah, harganya lebih mahal sekitar Rp 20.000 tapi dari segi porsi nasi dan potongan daging gulai jauh lebih banyak.
Penjual gultik yang lain menyebut plesetan gulai tikus, karena waktu buka warungnya selalu malam, di tempat terbuka tanpa lampu penerang lazimnya warung makan. Irisan dagingnya juga kecil-kecil.
Pengunjung ternyata ada yang tidak nyaman dengan plesetan itu. Selain tidak enak di telinga juga menjijikkan. Nama gulai tikus itu pun hilang dengan sendirinya. Beberapa pelanggan saja yang masih suka memplesetkan menjadi gulai tikus.
Advertisement